Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep
merupakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran atau
beberapa pokok bahasan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi
peserta didik (Rosana, 2014: 27). Pembelajaran terpadu diaplikasikan pada
setiap jenjang pendidikan dan disesuaikan dengan kecenderungan materi-materi
yang memiliki potensi untuk dipadukan dalam satu tema tertentu. Model
pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok aktif
mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip secara holistis dan
autentik ( Depdikbud, 1996: 3). Pembelajaran terpadu secara efektif membantu
menciptakan kesempatan bagi peserta didik untuk melihat dan membangun
konsep-konsep yang saling berkaitan yang kemudian memberi kesempatan pada
peserta didik untuk memahami masalah yang kompleks pada lingkungan sekitar
dengan pandangan utuh.
Pembelajaran terpadu dapat dikemas dengan
tema atau topik tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang
atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal peserta didik. Dalam
pembelajaran terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari berbagai aspek bidang
kajian. Misalnya dalam bidang kajian IPA tentang tema lingkungan dapat dibahas
dari sut makhluk hidup dan proses kehidupan (biologi), energi dan perubahannya
(fisika), dan materi dan sifatnya (kimia).
Pembelajaran terpadu dibedakan berdasarkan
pola pengintegrasian materi atau tema. Secara umum pola pengintegrasian materi
atau tema pada model pembelajaran terpadu tersebut dapat dikelompokkan menjadi
tiga klasifikasi pengintegrasian kurikulum,yakni:
a. Pengintegrasian
di dalam satu disiplin ilmu
Model
pembelajaran terpadu yang mentautkan dua atau lebih bidang ilmu yang serumpun (interdisipliner). Misalnya di bidang
Ilmu Alam,mentautkan antara dua tema dalam fisika dan biologi yang memiliki
relevansi atau antara tema dalam kimia dan fisika,misalnya tema metabolisme
dapat ditinjau dari biologi maupun kimia. Maupun tema-tema yang relevan pada
bidang ilmu yang lain
b. Pengintegrasian
beberapa disiplin ilmu
Model pembelajaran terpadu yang mentautkan
antar disiplin ilmu yang berbeda. Misalnya antara tema yang ada dalambidang
ilmu alam dengan bidang ilmu sosial. Sebagai contoh,tema energi merupakan tema
yang dapat dikaji dari bidang ilmu berbeda,baik dalam bidang ilmu alam
(bentuk-bentuk energi dan teknologinya) dan dalam bidang ilmu sosial (kebutuhan
energi dalam masyarakat).
c. Pengintegrasian
di dalam satu dan beberapa disiplin ilmu
Model
pembelajaran terpadu yang paling kompleks karena mentautkan antara disiplin
ilmu yang serumpun sekaligus bidang ilmu yang berbeda. Misalnya tema yang ada
dalam ilmu sosial, bidang ilmu alam, teknologi maupun ilmu agama. Sebagai
contoh tema rokok merupakan tema yang dapat dikaji dari berbagai bidang ilmu
yang berbeda.
1) Bidang
ilmu alam, dapat dikaji dari bahaya rokok bagi kesehatan (biologi), kandungan
kimia rokok (kimia), unsur radioaktif (radon) dalam daun tembakau (fisika).
2) Bidang
ilmu sosial, dapat dikaji dampak sosial merokok dalam masyarakat (sosiologi),
aspek pembiayaan ekonomi bagi perokok (ekonomi).
3) Bidang
ilmu agama, dapat dikaji bahwa rokok merupakan perbuatan yang sia-sia.
B.
Prinsip Dasar Pembelajaran
Terpadu
Pembelajaran
terpadu perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin dan saling
terkait. Materi yang dipilih tersebut dapat mengungkapkan tema secara bermakna.
Prinsip
pembelajaran terpadu diklasifikasikan menjadi:
a. Prinsip
penggalian tema
Tema-tema yang saling tumpang tindih dan
ada keterkaitan menjadi target utama dalam pembelajaran.
b. Prinsip
pengelolaan pembelajaran
Guru dapat mengoptimalkan pengelolaan
pembelajaran dengan menempatkan dirinya sebagai fasilitator dan mediator dalam
keseluruhan proses pembelajaran.
c. Prinsip
evaluasi
Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus
setiap kegiatan. Bagaimana suatu kerja dapat diketahui hasilnya apabila tidak
dilakukan evaluasi.
C. Karakteristik Pembelajaran Terpadu
a. Holistik,
suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran
terpadu teramati dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari
sudut pandang yang terkotak-kotak.
b. Bermakna,
pengkajian fenomena dari beberapa aspek kajian sekaligus memungkinkan
terbentuknya jalinan antara konsep-konsep yang berhubungan (skemata) yang
berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari.
c. Otentik,
pembelajaran terpadu memungkinkan peserta didik memahami secara langsung prinsip
dan konsep yang ingin dipelajari melalui kegiatan belajar secara langsung.
d. Aktif,
menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran, baik secara fisik, mental,
intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal
dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa sehingga dapat
termotivasi untuk terus belajar.
D.
Model-Model Pembelajaran
Terpadu
Robin Fogarty (1991)
terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan pembelajaran terpadu.
1. Model
Penggalan (Fragmented)
Model fragmented ditandai oleh ciri
pemaduan yang hanya terbatas pada satu
mata pelajaran saja. Misalnya, dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia,
materi pembelajaran tentang menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dapat
dipadukan dalam materi pembelajaran keterampilan berbahasa. Dalam proses
pembelajarannya, butir-butir materi tersebut dilaksanakan secara terpisah-pisah
pada jam yang berbeda-beda.
2. Model
Keterhubungan (Connected)
Model connected dilandasi oleh anggapan
bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran
tertentu. Butir-butir pembelajaran kosakata, struktur, membaca dan
mengarang misalnya, dapat dipayungkan pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia.
3. Model
Sarang (Nested)
Model nested merupakan pemaduan berbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan melalui
sebuah kegiatan pembelajaran. Misalnya, pada satuan jam tertentu seorang
guru memfokuskan kegiatan pembelajaran pada pemahaman tata bentuk kata, makna
kata, dan ungkapan dengan saran pembuahan keterampilan dalam mengembangkan daya
imajinasi, daya berpikir logis, menentukan ciri bentuk dan makna kata-kata
dalam puisi, membuat ungkapan dan menulis puisi.
4. Model
Urutan/Rangkaian (Sequenced)
Model sequenced merupakan model pemaduan topik-topik antar mata pelajaran yang berbeda
secara paralel. Isi cerita dalam roman sejarah misalnya, topik
pembahasannya secara paralel atau dalam jam yang sama dapat dipadukan dengan
ikhwal sejarah perjuangan bangsa, karakteristik kehidupan sosial masyarakat
pada periode tertentu maupun topik yang menyangkut perubahan makna kata.
5. Model
Bagian (Shared)
Model shared merupakan bentuk pemaduan pembelajaran akibat adanya
“overlapping” konsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih.
Butir-butir pembelajaran tentang kewarganegaraan dalam PPKN misalnya, dapat
bertumpang tindih dengan butir pembelajaran dalam Tata Negara, PSPB, dan
sebagainya.
6. Model
Jaring Laba-laba (Webbed)
Dalam hubungan ini tema dapat mengikat
kegiatan pembelajaran baik dalam mata pelajaran tertentu maupun lintas mata
pelajaran.
7. Model
Galur/Benang (Integrated)
Model threaded merupakan model pemaduan bentuk keterampilan misalnya,
melakukan prediksi dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap
kejadian-kejadian, antisipasi terhadap cerita dalam novel, dan sebagainya.
8. Model
Keterpaduan (integrated)
Model integrated merupakan pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran
yang berbeda, tetapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu. Topik
evidensi yang semula terdapat dalam mata pelajaran Matematika, Bahasa
Indonesia, Pengetahuan Alam, dan Pengetahuan Sosial, agar tidak membuat muatan
kurikulum berlebihan cukup diletakkan dalam mata pelajaran tertentu, misalnya
Pengetahuan Alam. Contoh lain, dalam teks membaca yang merupakan bagian mata
pelajaran.
9. Model
Celupan/Terbenam (Immersed)
Model immersed dirancang untuk membantu
siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan
dihubungkan dengan medan pemakaiannya. Dalam hal ini tukar pengalaman dan pemanfaatan
pengalaman sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran
10. Model
Jaringan (Networked)
Model networked merupakan model pemaduan
pembelajaran yang mengandaikan kemungkinan
pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk
keterampilan baru setelah siswa mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi,
maupun konteks yang berbeda-beda.
E. PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN EVALUASI
DALAM PENDEKATAN SAINTIFIK PEMBELAJARAN TERPADU
F. Dalam sistem pembelajaran (maksudnya
pembelajaran sebagai suatu sistem), evaluasi merupakan salah satu komponen
penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan
pembelajaran. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan balikan (feed-back) bagi
guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan program dan kegiatan pembelajaran. Di
sekolah, kita sering mendengar bahwa guru sering memberikan ulangan harian,
ujian akhir semester, ujian blok, tes tertulis, tes lisan, tes tindakan, dan
sebagainya. Istilah-istilah ini pada dasarnya merupakan bagian dari sistem
evaluasi itu sendiri.
G. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk
melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum,
berharga atau tidak berharga, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi
pelaksanaannya. Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan penilaian,
pengukuran maupun tes.
H. Stufflebeam dan Shinkfield (1985: 159)
menyatakan bahwa : Evaluation is the process of delineating, obtaining, and
providing descriptive and judgmental information about the worth and merit of
some objects goals, design, implementation, and impact in order to guide
decision making, serve needs for accountability, and promote understanding of
the involved phenomena.
I. Evaluasi merupakan suatu
proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk
menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan yang
dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan,
membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena.
Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
J. Guba dan Lincoln (1985 : 35),
mendefinisikan evaluasi sebagai “a process for describing an evaluand and
judging its merit and worth”. (suatu proses untuk menggambarkan evaluan
(orang yang dievaluasi) dan menimbang makna dan nilainya). Sax (1980 : 18) juga
berpendapat “evaluation is a process through which a value judgement or
decision is made from a variety of observations and from the background and
training of the evaluator”. (evaluasi adalah suatu proses dimana
pertimbangan atau keputusan suatu nilai dibuat dari berbagai pengamatan, latar
belakang serta pelatihan dari evaluator).
Dari beberapa rumusan tentang evaluasi ini, dapat kita peroleh
gambaran bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan
untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan
pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan.
Berdasarkan pengertian
ini, ada beberapa hal yang perlu kita pahami lebih lanjut, yaitu:
1. Evaluasi
adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk).
2.
Tujuan evaluasi adalah
untuk menentukan kualitas daripada sesuatu, terutama yang berkenaan dengan
nilai dan arti.
3.
Dalam proses evaluasi
harus ada pemberian pertimbangan (judgement).
4.
Pemberian pertimbangan
tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan kriteria tertentu.
Adapun
cirri-ciri evaluasi sebagai berikut :
1. Mengukur perubahan. Jika hal ini dikaitkan dengan tujuan
pengajaran, maka perubahan yang di inginkan oleh program pengejaran ialah
peningkatan kemampuan. Baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Tujuan
pengajaran ialah pengusaan perangkat kemampuan yang direncanakan.
2. Adanya bukti-bukti yang dikumpulkan sebagai dasar penilaian dan
evaluasinya. Bukti-bukti tersebut perlu dideskripsikan secara jelas.
3. Pengukuran terhadap bukti yang dideskripsikan. Pengukuran yang
dimaksudkan adalah bersifat kuantitatif.
4. Pengambilan keputusan atau judgement. Berdasarkan hasil
pengukuran, akhirnya perlu di ambil suatu keputusan : lulus–tidak lulus, berhasil–gagal,
baik–tidak baik, dan sebagainya.
R.
Soebagijo menyebut tiga sifat evaluasi, yaitu :
a)
Bersifat tak langsung
b)
Bersifat tak lengkap
c)
Bersifat relative
Evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas
daripada pengukuran dan testing. Pengukuran, penilaian dan evaluasi bersifat
hirarki. Evaluasi didahului dengan penilaian (assessment), sedangkan
penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan
membandingkan hasil pengamatan dengan criteria penilaian (assessment)
merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, sedangkan
evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku.
Menurut Brikerhoff
(1986:ix), dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus dilakukan,
yaitu:
1) penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the
evaluation),
2) penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation),
3) pengumpulan informasi (collecting information),
4) analsis dan intepretasi informasi (analyzing and
interpreting),
5) pembuatan laporang (reporting information),
6) pengelolaan evaluasi (managing evaluation), dan
7) evaluasi untuk evaluasi (evaluating evaluation).
Beberapa
macam evaluasi hasil belajar yang kita kenal di sekolah, diantaranya adalah:
ada beberapa macam evaluasi hasil belajar yang kita kenal di sekolah,
diantaranya adalah:
1. Formatif
Fungsi
formatif, yaitu untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru
sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan program remedial
bagi peserta didik. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengontrol sampai
seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang diajarkan pada pokok bahasan
tersebut.
Ukuran
keberhasilan atau kemajuan siswa dalam evaluasi ini adalah penguasaan kemampuan
yang telah dirumuskan dalam rumusan tujuan (TIK) yang telah ditetapkan
sebelumnya. TIK yang akan dicapai pada setiap pembahasan suatu pokok bahasan,
dirumuskan dengan mengacu pada tingkat kematangan siswa. Artinya TIK dirumuskan
dengan memperhatikan kemampuan awal anak dan tingkat kesulitan yang wajar yang
diperkiran masih sangat mungkin dijangkau/ dikuasai dengan kemampuan yang
dimiliki siswa.
Dengan kata lain evaluasi formatif dilaksanakan untuk mengetahui
seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai. Dari hasil evaluasi
ini akan diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan siapa yang
dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan yang tepat.
Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para siswa yang belum
berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus yang
diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok bahasan
tertentu. Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik
berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan
diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan
pendalaman dari topik yang telah dibahas.
2.
Sumatif
yaitu untuk menentukan nilai (angka) kemajuan/hasil belajar
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu, sebagai bahan untuk memberikan
laporan kepada kenaikan berbagai pihak, penentuan kelas dan penentuan
lulus-tidaknya peserta didik.
3.
Diagnostik
yaitu untuk memahami latar belakang (psikologis, fisik dan
lingkungan) peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, dimana hasilnya
dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.
Evaluasi diagnostik
dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses,
maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon siswa
sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik dilakukan untuk mengetahui
kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. Pada
tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan
pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat
memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh.
4.
Penempatan
Fungsi penempatan, yaitu untuk menempatkan peserta didik dalam
situasi pembelajaran yang tepat (misalnya dalam penentuan program spesialisasi)
sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.
Gambar
1. Fungsi Penilaian
F. EVALUASI
PEMBELAJARAN SAINS SECARA TERPADU
Pembelajaran sains dan penilaian hasil belajar IPA harus
memperhatikan karakteristik IPA sebagai proses dan IPA sebagai produk. IPA
sebagai integrated science atau IPA Terpadu telah diberikan sebagai salah satu
mata pelajaran di SD dan SMP/MTs .
Penilaian IPA dapat dilakukan secara terpadu dengan proses
pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes tertulis,
observasi, tes praktik, penugasan, tes lisan, portofolio, jurnal, inventori,
penilaian diri, dan penilaian antarteman. Pengumpulan data penilaian selama
proses pembelajaran melalui observasi juga penting untuk dilakukan. Data aspek
afektif seperti sikap ilmiah, minat, dan motivasi belajar dapat diperoleh
dengan observasi, penilaian diri, dan penilaian antarteman. Pembelajaran IPA di
SD/MI/SDLB/Paket A dan di SMP/MTs/SMPLB/Paket B dilaksanakan dalam mata
pelajaran IPA diajarkan dalam mata pelajaran yang lebih spesifik maka dalam
penilaiannya pun juga harus memperhatikan hal tersebut.
Prosedur pengumpulan
data hasil belajar, disebut teknik pengukuran. Teknik pengukuran yang berupa
ujian menggunakan instrumen pengukuran yang disebut soal hasil belajar,
bentuknya dapat soal objektif atau soal uraian. Ciri khusus soal adalah selalu
ada jawaban benar atau salah. Soal dipakai untuk mengukur kompetensi kognitif
dan kompetensi psikomotor.
Teknik pengukuran hasil belajar dengan instrumen non-soal
(non-tes) adalah observasi, wawancara, dan angket, sedangkan instrummennya
berupa daftar cek, pedoman wawancara, dan skala bertingkat atau skala sikap.
Ciri khusus dari instrumen non-soal adalah tidak ada jawaban benar atau salah,
tetapi merupakan suatu kontinum. Instrumen non-soal dipakai untuk mengukur
kompetensi afektif.
Kegiatan
pengukuran hasil belajar IPA hampir selalu dilanjutkan dengan penilaian.
Penilaian hasil belajar IPA adalah cara-cara menginterpretasikan hasil
pengukuran yang berupa skor menjadi nilai dengan cara tertentu, yaitu dengan
penilaian acuan norma (PAN) atau penilaian acuan patokan (PAP). Penilaian hasil
belajar IPA sudah mencakup pengukuran hasil belajar. Pengukuran hasil belajar menghasilkan
skor yang berupa angka dan bersifat kuantitatif, sedangkan penilaian hasil
belajar menghasilkan nilai yang berupa angka, huruf, atau sebutan, dan bersifat
kualitatif.
Evaluasi hasil belajar IPA adalah
cara-cara menginterpretasikan hasil pengukuran yang berupa skor menjadi nilai
dengan cara tertentu, yaitu Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau penilaian acuan
norma (PAN), dan menggunakan nilai tersebut untuk mengambil keputusan di bidang
pembelajaran. Evaluasi hasil belajar sudah mencakup pengukuran dan penilaian
hasil belajar.
Tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk
membedakan kegagalan dan keberhasilan seorang peserta didik. Tahapan dalam
pelaksanaan evaluasi hasil belajar adalah :
1. Menentukan
tujuan
2.
Menentukan Rencana
Evaluasi
3.
Penyusunan Instrumen
Evaluasi
4.
Pengumpulan data atau
informasi
5.
Analisis dan
interpretasi
6.
Tindak lanjut
G. SKALA
PENGUKURAN DAN TEKNIK PENSKALAAN
1.SKALA PENGUKURAN
Pengukuran dapat didefinisikan sebagai suatu proses sistimatik
dalam menilai dan membedakan sesuatu obyek yang diukur. Terdapat empat jenis
skala yang dapat digunakan untuk mengukur atribut dalam statistika, yaitu:
skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala ratio.
a. Skala
nominal
Skala Nominal merupakan skala yang paling lemah/rendah di
antara skala pengukuran yang ada. Skala nominal hanya bisa membedakan benda
atau peristiwa yang satu dengan yang lainnya berdasarkan nama (predikat). Skala
pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasi obyek, individual atau
kelompok dalam bentuk kategori. Skala ini merupakan salah satu jenis pengukuran
dimana angka dikenakan untuk objek atau kelas objek untuk tujuan identifikasi.
Sebagai contoh, mengklasifikasi jenis
kelamin, agama, pekerjaan atau lokasi. Dalam melakukan klasifikasi ini
digunakan angka-angka sebagai simbol atau label. Contoh kita mengklasifikasi
jenis kelamin yang pada umumnya digunakan angka 1 untuk jenis laki-laki dan 2
untuk perempuan. Kita tidak dapat melakukan operasi aritmatika dengan
angka-angka tersebut dikarenakan angka-angka tersebut hanya menunjukkan
keberadaan atau ketidakadanya karakteristik tertentu. Contoh lain yang dapat
digunakan dalam aplikasi mengenai riset suatu pemasaran, sebagai berikut:
Apakah saudara setuju dengan memasarkan beras impor di pasaran bebas saat ini?
Jawab: a setuju b. tidak setuju Jawaban setuju diberi nilai 1 dan jawaban
tidak setuju diberi nilai 0 atau 2.
b.
Skala ordinal
Skala ordinal adalah jenis skala yang menunjukkan tingkat
(Neolaka, 2014: 58). Skala pengukuran ordinal memberikan informasi mengenai
jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh suatu objek atau
individu tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal
ditambah dengan sarana peringkat relatif tertentu yang memberikan informasi
apakah suatu objek memiliki karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan
untuk mencari tau berapa banyak kekurangan dan kelebihannya.
Contoh : Jawaban pertanyaan berupa peringkat, misalnya sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju dapat diberi simbol angka 1, 2, 3, 4, dan 5. Angka-angka ini hanya berupa simbol peringkat dan tidak mengekspresikan jumlah. Biasanya jawaban kuesioner menggunakan skala linkert yang digunakan untuk mengukur sikap, misalnya untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap suatu pernyataan atau pertanyaan. Contoh aplikasi dalam riset pemasaran: Bagaimana menurut pendapat saudara mengenai layanan penjualan tiket pesawat terbang maskapai X? Jawab : a. sangat lambat b. lambat c. cepat d.sangat cepat Untuk jawaban sangat lambat diberi nilai 1 dan seterusnya.
Selain itu, yang perlu diperhatikan dari karakteristik skala ordinal adalah meskipun nilainya sudah memiliki batas yang jelas tetapi belum memiliki jarak (selisih). Kita tidak tahu berapa jarak kepuasan dari tidak puas ke kurang puas. Dengan kata lain juga, walaupun sangat puas kita beri angka 5 dan sangat tidak puas kita beri angka 1, kita tidak bisa mengatakan bahwa kepuasan yang sangat puas lima kali lebih tinggi dibandingkan yang sangat tidak puas.
Contoh : Jawaban pertanyaan berupa peringkat, misalnya sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju dapat diberi simbol angka 1, 2, 3, 4, dan 5. Angka-angka ini hanya berupa simbol peringkat dan tidak mengekspresikan jumlah. Biasanya jawaban kuesioner menggunakan skala linkert yang digunakan untuk mengukur sikap, misalnya untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap suatu pernyataan atau pertanyaan. Contoh aplikasi dalam riset pemasaran: Bagaimana menurut pendapat saudara mengenai layanan penjualan tiket pesawat terbang maskapai X? Jawab : a. sangat lambat b. lambat c. cepat d.sangat cepat Untuk jawaban sangat lambat diberi nilai 1 dan seterusnya.
Selain itu, yang perlu diperhatikan dari karakteristik skala ordinal adalah meskipun nilainya sudah memiliki batas yang jelas tetapi belum memiliki jarak (selisih). Kita tidak tahu berapa jarak kepuasan dari tidak puas ke kurang puas. Dengan kata lain juga, walaupun sangat puas kita beri angka 5 dan sangat tidak puas kita beri angka 1, kita tidak bisa mengatakan bahwa kepuasan yang sangat puas lima kali lebih tinggi dibandingkan yang sangat tidak puas.
Sebagaimana halnya pada skala nominal, pada skala ordinal kita
juga tidak dapat menerapkan operasi matematika standar (aritmatik) seperti
pengurangan, penjumlahan, perkalian, dan lainnya. Peralatan statistik yang
sesuai dengan skala ordinal juga adalah peralatan statistik yang berbasiskan
(berdasarkan) jumlah dan proporsi seperti modus, distribusi frekuensi, Chi
Square dan beberapa peralatan statistik non-parametrik lainnya
c. Skala interval
c. Skala interval
Skala interval mempunyai karakteristik
seperti yang dimiliki oleh skala nominal dan ordinal dengan ditambah
karakteristik lain, yaitu berupa interval yang tetap. Dengan demikian, peneliti
dapat melihat besarnya perbedaan karakteristik antara satu individu atau objek
dan lainnya. Skala pengukuran interval benar-benar merupakan angka yang
digunakan untuk melakukan operasi aritmatika. Untuk melakukan analisi, skala
pengukuran ini menggunakan statistik parametric.
Contoh
penggunaan skala pengukuran interval: jawaban pertanyaan menyangkut frekuensi
dalam pertanyaan: Berapa kali anda memberi produk sampo x dalam satu bulan?
jawaban a. 1 kali b. 3 kali c. 5
kali d. 7 kali. angka-angka 1, 3, 5, dan 7 adalah angka
sebenarnya dengan menggunakan interval 2. contoh lain : berapa persen kenaikan
harga bahan pokok makanan sehari hari? jawaban: a. 5% b.
10% c. 15% d. 20% jawaban berupa penilaian
skala antara 1-10 Beri kami masukan mengenai layanan yang kami berikan dengan
menggunakan skala sebagai berikut: kurang 12345 678910 baik.
Contoh lainnya, misalnya dua orang murid, si A mendapat nilai 70 sedangkan si B mendapat nilai 35. Kita tidak bisa mengatakan si A dua kali lebih pintar dibandingkan si B. (Kenapa ?). Skala interval ini sudah benar-benar angka dan, kita sudah dapat menerapkan semua operasi matematika serta peralatan statistik kecuali yang berdasarkan pada rasio seperti koefisien variasi.
Contoh lainnya, misalnya dua orang murid, si A mendapat nilai 70 sedangkan si B mendapat nilai 35. Kita tidak bisa mengatakan si A dua kali lebih pintar dibandingkan si B. (Kenapa ?). Skala interval ini sudah benar-benar angka dan, kita sudah dapat menerapkan semua operasi matematika serta peralatan statistik kecuali yang berdasarkan pada rasio seperti koefisien variasi.
d.Skala
ratio
Skala pengukuran rasio mempunyai semua
karakteristik yang dipunyai oleh skala nominal, ordinal maupun interval dengan
kelebihan skala ini mempunyai nilai nol empiris absolut. Nilai nol absolut ini
terjadi pada saat suatu karakteristik yang sedang diukur tidak ada. Pengukuran
rasio biasanya berbentuk perbandingan antara satu individu atau objek tertentu
dan lainnya.
Contoh penggunaan skala rasio dalam
penelitian Harga kopi a satu kilo Rp. 15.000,- harga kopi b satu kilo Rp.
75.000,- maka harga kopi a dibandingkan dengan kopi b sama dengan 1 dibanding
5. tarif kereta api naik sebesar 10% sedangkan tarif pesawat terbang naik
sebesar 20% dan lainnya yang memiliki hubungan perbandingan, pengukuran dapat
menggunakan skala rasio.
Contoh lain yaitu Seseorang yang memiliki berat 100 kg boleh
dikatakan dua kali lebih berat dibandingkan seseorang yang memiliki berat 50
kg, dan seseorang yang memiliki berat 150 kg tiga kali lebih berat dibandingkan
seseorang yang beratnya 50 kg. Dalam skala ratio nol memiliki makna empiris
absolut yaitu tidak satu pun dari properti yang diukur benar-benar eksis.
H. JENIS-JENIS PENILAIAN DAN KEGUNAANNYA
Mundilarto (2010) penilaian hasil
belajar peserta didik dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian secara sederhana dapat diartikan sebagai proses
pengukuran dan non pengukuran untuk memperoleh data karakteristik peserta didik
dengan aturan tertentu. Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya
formal pengumpulan informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel penting
pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru untuk
memperbaiki proses dan hasil belajar siswa (Herman
et al., 1992:95; Popham, 1995:3).
Menurut Popham (1995:4-13) asesmen bertujuan untuk antara lain
untuk:
1. mendiagnosa kelebihan dan kelemahan siswa dalam belajar,
2. memonitor kemajuan siswa,
3. menentukan jenjang kemampuan siswa,
4. menentukan efektivitas pembelajaran,
5. mempengaruhi persepsi publik tentang efektivitas pembelajaran,
6. mengevaluasi kinerja guru kelas,
7. mengklarifikasi tujuan pembelajaran yang dirancang guru
Setiap penggunaan
asesmen dalam bentuk apapun dicirikan oleh hal-hal berikut:
1.
menuntut
siswa untuk merancang, membuat, menghasilkan, mengunjukkan atau melakukan
sesuatu;
2. memberi
peluang untuk terjadinya berpikir kompleks dan/atau memecahkan masalah;
3. menggunakan
kegiatan-kegiatan yang bermakna secara instruksional;
4. menuntut
penerapan yang autentik pada dunia nyata;
5. pensekoran
lebih didasarkan pada pertimbangan manusia yang terlatih daripada mengandalkan
mesin.
6.
Asesmen dengan standar
tinggi, maka penggunaan asesmen harus: relevan dengan standar atau kebutuhan
hasil belajar siswa; adil bagi semua siswa; akurat dalam pengukuran; berguna;
layak dan dapat dipercaya.
I. PRINSIP PENILAIAN DAN AKUNTABILITAS PEMBELAJARAN SAINS
Terdapat ada sembilan prinsip dasar
asesmen hasil belajar yang harus dipedomani (Depdiknas, 2004 dan 2006) yaitu:
1.
Prinsip
Validitas (Kesahihan)
2.
Prinsip Reliabilitas
3.
Terfokus
pada kompetensi
4.
Prinsip
Komprehensif
5.
Prinsip
Objektivitas
6.
Prinsip
Mendidik
7.
Sistematis
8.
Beracuan
kriteria
9.
Akuntabel
Prinsip-prinsip
dalam penilaian pembelajaran di atas perlu dipenuhi agar dapat mencapai
akuntabilitas pembelajaran.
Refrensi
Mundilarto,
2010, Penilaian Hasil Belajar Fisika. Pusat Pengembangan Instruksional Sains. Yogyakarta.
Depdikbud.
1996. Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar. Jakarta. Depdikbud Republik Indonesia
Juliansyah Noor. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta.
Kencana Prenada Media Group
Fogarty,
Robin. 1991. How to Integrated The Curricula. Palatine, Illionis: IRI/Skylight Publishing, Inc.
Brinkerhoff,
R, O. et al. 1986. Program Evaluation: A Practitioner’s Guide for Trainers and Educators. Fourth Printing
Massachusetts: Kluwer-Nijhoff Publishing
Debdiknas. 2004. Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta. Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas
Neolaka,
A. 2014. Metode penelitian dan
statistik. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung
No comments:
Post a Comment