Monday, 23 November 2015

PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN EVALUASI DALAM PENDEKATAN SAINTIFIK PEMBELAJARAN TERPADU





Pengertian dan Kedudukan Evaluasi dalam Pendekatan Saintifik Pembelajaran Terpadu


A.    Konsep Pembelajaran Terpadu (Berbagai model pembelajaran)

      Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep merupakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran atau beberapa pokok bahasan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik (Rosana, 2014: 27). Pembelajaran terpadu diaplikasikan pada setiap jenjang pendidikan dan disesuaikan dengan kecenderungan materi-materi yang memiliki potensi untuk dipadukan dalam satu tema tertentu. Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip secara holistis dan autentik ( Depdikbud, 1996: 3). Pembelajaran terpadu secara efektif membantu menciptakan kesempatan bagi peserta didik untuk melihat dan membangun konsep-konsep yang saling berkaitan yang kemudian memberi kesempatan pada peserta didik untuk memahami masalah yang kompleks pada lingkungan sekitar dengan pandangan utuh.
      Pembelajaran terpadu dapat dikemas dengan tema atau topik tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal peserta didik. Dalam pembelajaran terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari berbagai aspek bidang kajian. Misalnya dalam bidang kajian IPA tentang tema lingkungan dapat dibahas dari sut makhluk hidup dan proses kehidupan (biologi), energi dan perubahannya (fisika), dan materi dan sifatnya (kimia).
      Pembelajaran terpadu dibedakan berdasarkan pola pengintegrasian materi atau tema. Secara umum pola pengintegrasian materi atau tema pada model pembelajaran terpadu tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi pengintegrasian kurikulum,yakni:
a.       Pengintegrasian di dalam satu disiplin ilmu
Model pembelajaran terpadu yang mentautkan dua atau lebih bidang ilmu yang serumpun (interdisipliner). Misalnya di bidang Ilmu Alam,mentautkan antara dua tema dalam fisika dan biologi yang memiliki relevansi atau antara tema dalam kimia dan fisika,misalnya tema metabolisme dapat ditinjau dari biologi maupun kimia. Maupun tema-tema yang relevan pada bidang ilmu yang lain
b.      Pengintegrasian beberapa disiplin ilmu
      Model pembelajaran terpadu yang mentautkan antar disiplin ilmu yang berbeda. Misalnya antara tema yang ada dalambidang ilmu alam dengan bidang ilmu sosial. Sebagai contoh,tema energi merupakan tema yang dapat dikaji dari bidang ilmu berbeda,baik dalam bidang ilmu alam (bentuk-bentuk energi dan teknologinya) dan dalam bidang ilmu sosial (kebutuhan energi dalam masyarakat).
c.       Pengintegrasian di dalam satu dan beberapa disiplin ilmu
Model pembelajaran terpadu yang paling kompleks karena mentautkan antara disiplin ilmu yang serumpun sekaligus bidang ilmu yang berbeda. Misalnya tema yang ada dalam ilmu sosial, bidang ilmu alam, teknologi maupun ilmu agama. Sebagai contoh tema rokok merupakan tema yang dapat dikaji dari berbagai bidang ilmu yang berbeda.
1)      Bidang ilmu alam, dapat dikaji dari bahaya rokok bagi kesehatan (biologi), kandungan kimia rokok (kimia), unsur radioaktif (radon) dalam daun tembakau (fisika).
2)      Bidang ilmu sosial, dapat dikaji dampak sosial merokok dalam masyarakat (sosiologi), aspek pembiayaan ekonomi bagi perokok (ekonomi).
3)      Bidang ilmu agama, dapat dikaji bahwa rokok merupakan perbuatan yang sia-sia.

B.     Prinsip Dasar Pembelajaran Terpadu
      Pembelajaran terpadu perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin dan saling terkait. Materi yang dipilih tersebut dapat mengungkapkan tema secara bermakna.
Prinsip pembelajaran terpadu diklasifikasikan menjadi:
a.       Prinsip penggalian tema
      Tema-tema yang saling tumpang tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam pembelajaran.
b.      Prinsip pengelolaan pembelajaran
      Guru dapat mengoptimalkan pengelolaan pembelajaran dengan menempatkan dirinya sebagai fasilitator dan mediator dalam keseluruhan proses pembelajaran.
c.       Prinsip evaluasi
      Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus setiap kegiatan. Bagaimana suatu kerja dapat diketahui hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi.

C.    Karakteristik Pembelajaran Terpadu
a.       Holistik, suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu teramati dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.
b.      Bermakna, pengkajian fenomena dari beberapa aspek kajian sekaligus memungkinkan terbentuknya jalinan antara konsep-konsep yang berhubungan (skemata) yang berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari.
c.       Otentik, pembelajaran terpadu memungkinkan peserta didik memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajari melalui kegiatan belajar secara langsung.
d.      Aktif, menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa sehingga dapat termotivasi untuk terus belajar.

D.    Model-Model Pembelajaran Terpadu
       Robin Fogarty (1991) terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan pembelajaran terpadu.
1.      Model Penggalan (Fragmented)
     Model fragmented ditandai oleh ciri pemaduan yang hanya terbatas pada satu mata pelajaran saja. Misalnya, dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, materi pembelajaran tentang menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dapat dipadukan dalam materi pembelajaran keterampilan berbahasa. Dalam proses pembelajarannya, butir-butir materi tersebut dilaksanakan secara terpisah-pisah pada jam yang berbeda-beda.
2.      Model Keterhubungan (Connected)
     Model connected dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu. Butir-butir pembelajaran kosakata, struktur, membaca dan mengarang misalnya, dapat dipayungkan pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
3.      Model Sarang (Nested)
     Model nested merupakan pemaduan berbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran. Misalnya, pada satuan jam tertentu seorang guru memfokuskan kegiatan pembelajaran pada pemahaman tata bentuk kata, makna kata, dan ungkapan dengan saran pembuahan keterampilan dalam mengembangkan daya imajinasi, daya berpikir logis, menentukan ciri bentuk dan makna kata-kata dalam puisi, membuat ungkapan dan menulis puisi.
4.      Model Urutan/Rangkaian (Sequenced)
     Model sequenced merupakan model pemaduan topik-topik antar mata pelajaran yang berbeda secara paralel. Isi cerita dalam roman sejarah misalnya, topik pembahasannya secara paralel atau dalam jam yang sama dapat dipadukan dengan ikhwal sejarah perjuangan bangsa, karakteristik kehidupan sosial masyarakat pada periode tertentu maupun topik yang menyangkut perubahan makna kata.
5.      Model Bagian (Shared)
     Model shared merupakan bentuk pemaduan pembelajaran akibat adanya “overlapping” konsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih. Butir-butir pembelajaran tentang kewarganegaraan dalam PPKN misalnya, dapat bertumpang tindih dengan butir pembelajaran dalam Tata Negara, PSPB, dan sebagainya.
6.      Model Jaring Laba-laba (Webbed)
     Dalam hubungan ini tema dapat mengikat kegiatan pembelajaran baik dalam mata pelajaran tertentu maupun lintas mata pelajaran.

7.      Model Galur/Benang (Integrated)
     Model threaded merupakan model pemaduan bentuk keterampilan misalnya, melakukan prediksi dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap kejadian-kejadian, antisipasi terhadap cerita dalam novel, dan sebagainya.
8.      Model Keterpaduan (integrated)
     Model integrated merupakan pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda, tetapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu. Topik evidensi yang semula terdapat dalam mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Pengetahuan Alam, dan Pengetahuan Sosial, agar tidak membuat muatan kurikulum berlebihan cukup diletakkan dalam mata pelajaran tertentu, misalnya Pengetahuan Alam. Contoh lain, dalam teks membaca yang merupakan bagian mata pelajaran.
9.      Model Celupan/Terbenam (Immersed)
     Model immersed dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan medan pemakaiannya. Dalam hal ini tukar pengalaman dan pemanfaatan pengalaman sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran
10.  Model Jaringan (Networked)
     Model networked merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengandaikan kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk keterampilan baru setelah siswa mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda-beda.

E.     PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN EVALUASI DALAM PENDEKATAN SAINTIFIK PEMBELAJARAN TERPADU
F.          Dalam sistem pembelajaran (maksudnya pembelajaran sebagai suatu sistem), evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan pembelajaran. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan balikan (feed-back) bagi guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan program dan kegiatan pembelajaran. Di sekolah, kita sering mendengar bahwa guru sering memberikan ulangan harian, ujian akhir semester, ujian blok, tes tertulis, tes lisan, tes tindakan, dan sebagainya. Istilah-istilah ini pada dasarnya merupakan bagian dari sistem evaluasi itu sendiri.
G.         Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan penilaian, pengukuran maupun tes.
H.         Stufflebeam dan Shinkfield (1985: 159) menyatakan bahwa : Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing descriptive and judgmental information about the worth and merit of some objects goals, design, implementation, and impact in order to guide decision making, serve needs for accountability, and promote understanding of the involved phenomena.
I.            Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
J.           Guba dan Lincoln (1985 : 35), mendefinisikan evaluasi sebagai “a process for describing an evaluand and judging its merit and worth”. (suatu proses untuk menggambarkan evaluan (orang yang dievaluasi) dan menimbang makna dan nilainya). Sax (1980 : 18) juga berpendapat “evaluation is a process through which a value judgement or decision is made from a variety of observations and from the background and training of the evaluator”. (evaluasi adalah suatu proses dimana pertimbangan atau keputusan suatu nilai dibuat dari berbagai pengamatan, latar belakang serta pelatihan dari evaluator).
     Dari beberapa rumusan tentang evaluasi ini, dapat kita peroleh gambaran bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan.
     Berdasarkan pengertian ini, ada beberapa hal yang perlu kita pahami lebih lanjut, yaitu:
1.      Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk).
2.      Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas daripada sesuatu, terutama yang berkenaan dengan nilai dan arti.
3.      Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement).
4.      Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan kriteria tertentu.

Adapun cirri-ciri evaluasi sebagai berikut :
1. Mengukur perubahan. Jika hal ini dikaitkan dengan tujuan pengajaran, maka perubahan yang di inginkan oleh program pengejaran ialah peningkatan kemampuan. Baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Tujuan pengajaran ialah pengusaan perangkat kemampuan yang direncanakan.
2. Adanya bukti-bukti yang dikumpulkan sebagai dasar penilaian dan evaluasinya. Bukti-bukti tersebut perlu dideskripsikan secara jelas.
3. Pengukuran terhadap bukti yang dideskripsikan. Pengukuran yang dimaksudkan adalah bersifat kuantitatif.
4. Pengambilan keputusan atau judgement. Berdasarkan hasil pengukuran, akhirnya perlu di ambil suatu keputusan : lulus–tidak lulus, berhasil–gagal, baik–tidak baik, dan sebagainya.
     R. Soebagijo menyebut tiga sifat evaluasi, yaitu :
a) Bersifat tak langsung
b) Bersifat tak lengkap
c) Bersifat relative
     Evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas daripada pengukuran dan testing. Pengukuran, penilaian dan evaluasi bersifat hirarki. Evaluasi didahului dengan penilaian (assessment), sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan criteria penilaian (assessment) merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku.
     Menurut Brikerhoff (1986:ix), dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu:
1) penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation),
2) penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation),
3) pengumpulan informasi (collecting information),
4) analsis dan intepretasi informasi (analyzing and interpreting),
5) pembuatan laporang (reporting information),
6) pengelolaan evaluasi (managing evaluation), dan
7) evaluasi untuk evaluasi (evaluating evaluation).


Beberapa macam evaluasi hasil belajar yang kita kenal di sekolah, diantaranya adalah: ada beberapa macam evaluasi hasil belajar yang kita kenal di sekolah, diantaranya adalah:
1.      Formatif
Fungsi formatif, yaitu untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan program remedial bagi peserta didik. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengontrol sampai seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang diajarkan pada pokok bahasan tersebut.
Ukuran keberhasilan atau kemajuan siswa dalam evaluasi ini adalah penguasaan kemampuan yang telah dirumuskan dalam rumusan tujuan (TIK) yang telah ditetapkan sebelumnya. TIK yang akan dicapai pada setiap pembahasan suatu pokok bahasan, dirumuskan dengan mengacu pada tingkat kematangan siswa. Artinya TIK dirumuskan dengan memperhatikan kemampuan awal anak dan tingkat kesulitan yang wajar yang diperkiran masih sangat mungkin dijangkau/ dikuasai dengan kemampuan yang dimiliki siswa.
Dengan kata lain evaluasi formatif dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai. Dari hasil evaluasi ini akan diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan siapa yang dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan yang tepat.
Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para siswa yang belum berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok bahasan tertentu. Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan pendalaman dari topik yang telah dibahas.
2.      Sumatif
     yaitu untuk menentukan nilai (angka) kemajuan/hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran tertentu, sebagai bahan untuk memberikan laporan kepada kenaikan berbagai pihak, penentuan kelas dan penentuan lulus-tidaknya peserta didik.
3.      Diagnostik
     yaitu untuk memahami latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, dimana hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.
     Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh.
4.      Penempatan
     Fungsi penempatan, yaitu untuk menempatkan peserta didik dalam situasi pembelajaran yang tepat (misalnya dalam penentuan program spesialisasi) sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.


 PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN EVALUASI U
Gambar 1. Fungsi Penilaian


Tabel Penilaian



F.     EVALUASI PEMBELAJARAN SAINS SECARA TERPADU
      Pembelajaran sains dan penilaian hasil belajar IPA harus memperhatikan karakteristik IPA sebagai proses dan IPA sebagai produk. IPA sebagai integrated science atau IPA Terpadu telah diberikan sebagai salah satu mata pelajaran di SD dan SMP/MTs .
      Penilaian IPA dapat dilakukan secara terpadu dengan proses pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes tertulis, observasi, tes praktik, penugasan, tes lisan, portofolio, jurnal, inventori, penilaian diri, dan penilaian antarteman. Pengumpulan data penilaian selama proses pembelajaran melalui observasi juga penting untuk dilakukan. Data aspek afektif seperti sikap ilmiah, minat, dan motivasi belajar dapat diperoleh dengan observasi, penilaian diri, dan penilaian antarteman. Pembelajaran IPA di SD/MI/SDLB/Paket A dan di SMP/MTs/SMPLB/Paket B dilaksanakan dalam mata pelajaran IPA diajarkan dalam mata pelajaran yang lebih spesifik maka dalam penilaiannya pun juga harus memperhatikan hal tersebut.
      Prosedur pengumpulan data hasil belajar, disebut teknik pengukuran. Teknik pengukuran yang berupa ujian menggunakan instrumen pengukuran yang disebut soal hasil belajar, bentuknya dapat soal objektif atau soal uraian. Ciri khusus soal adalah selalu ada jawaban benar atau salah. Soal dipakai untuk mengukur kompetensi kognitif dan kompetensi psikomotor.
      Teknik pengukuran hasil belajar dengan instrumen non-soal (non-tes) adalah observasi, wawancara, dan angket, sedangkan instrummennya berupa daftar cek, pedoman wawancara, dan skala bertingkat atau skala sikap. Ciri khusus dari instrumen non-soal adalah tidak ada jawaban benar atau salah, tetapi merupakan suatu kontinum. Instrumen non-soal dipakai untuk mengukur kompetensi afektif.
            Kegiatan pengukuran hasil belajar IPA hampir selalu dilanjutkan dengan penilaian. Penilaian hasil belajar IPA adalah cara-cara menginterpretasikan hasil pengukuran yang berupa skor menjadi nilai dengan cara tertentu, yaitu dengan penilaian acuan norma (PAN) atau penilaian acuan patokan (PAP). Penilaian hasil belajar IPA sudah mencakup pengukuran hasil belajar. Pengukuran hasil belajar menghasilkan skor yang berupa angka dan bersifat kuantitatif, sedangkan penilaian hasil belajar menghasilkan nilai yang berupa angka, huruf, atau sebutan, dan bersifat kualitatif.
      Evaluasi hasil belajar IPA adalah cara-cara menginterpretasikan hasil pengukuran yang berupa skor menjadi nilai dengan cara tertentu, yaitu Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau penilaian acuan norma (PAN), dan menggunakan nilai tersebut untuk mengambil keputusan di bidang pembelajaran. Evaluasi hasil belajar sudah mencakup pengukuran dan penilaian hasil belajar.
      Tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk membedakan kegagalan dan keberhasilan seorang peserta didik. Tahapan dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar adalah :
1.      Menentukan tujuan
2.      Menentukan Rencana Evaluasi
3.      Penyusunan Instrumen Evaluasi
4.      Pengumpulan data atau informasi
5.      Analisis dan interpretasi
6.      Tindak lanjut

G.    SKALA PENGUKURAN DAN TEKNIK PENSKALAAN
1.SKALA PENGUKURAN
      Pengukuran dapat didefinisikan sebagai suatu proses sistimatik dalam menilai dan membedakan sesuatu obyek yang diukur. Terdapat empat jenis skala yang dapat digunakan untuk mengukur atribut dalam statistika, yaitu: skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala ratio.
a.      Skala nominal
      Skala Nominal merupakan skala yang paling lemah/rendah di antara skala pengukuran yang ada. Skala nominal hanya bisa membedakan benda atau peristiwa yang satu dengan yang lainnya berdasarkan nama (predikat). Skala pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasi obyek, individual atau kelompok dalam bentuk kategori. Skala ini merupakan salah satu jenis pengukuran dimana angka dikenakan untuk objek atau kelas objek untuk tujuan identifikasi.
      Sebagai contoh, mengklasifikasi jenis kelamin, agama, pekerjaan atau lokasi. Dalam melakukan klasifikasi ini digunakan angka-angka sebagai simbol atau label. Contoh kita mengklasifikasi jenis kelamin yang pada umumnya digunakan angka 1 untuk jenis laki-laki dan 2 untuk perempuan. Kita tidak dapat melakukan operasi aritmatika dengan angka-angka tersebut dikarenakan angka-angka tersebut hanya menunjukkan keberadaan atau ketidakadanya karakteristik tertentu. Contoh lain yang dapat digunakan dalam aplikasi mengenai riset suatu pemasaran, sebagai berikut: Apakah saudara setuju dengan memasarkan beras impor di pasaran bebas saat ini? Jawab: a setuju b. tidak setuju Jawaban setuju diberi nilai 1 dan jawaban tidak setuju diberi nilai 0 atau 2.
b.      Skala ordinal
      Skala ordinal adalah jenis skala yang menunjukkan tingkat (Neolaka, 2014: 58). Skala pengukuran ordinal memberikan informasi mengenai jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh suatu objek atau individu tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana peringkat relatif tertentu yang memberikan informasi apakah suatu objek memiliki karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan untuk mencari tau berapa banyak kekurangan dan kelebihannya.
      Contoh : Jawaban pertanyaan berupa peringkat, misalnya sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju dapat diberi simbol angka 1, 2, 3, 4, dan 5. Angka-angka ini hanya berupa simbol peringkat dan tidak mengekspresikan jumlah. Biasanya jawaban kuesioner menggunakan skala linkert yang digunakan untuk mengukur sikap, misalnya untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap suatu pernyataan atau pertanyaan. Contoh aplikasi dalam riset pemasaran: Bagaimana menurut pendapat saudara mengenai layanan penjualan tiket pesawat terbang maskapai X? Jawab : a. sangat lambat    b. lambat    c. cepat  d.sangat cepat Untuk jawaban sangat lambat diberi nilai 1 dan seterusnya.

      Selain itu, yang perlu diperhatikan dari karakteristik skala ordinal adalah meskipun nilainya sudah memiliki batas yang jelas tetapi belum memiliki jarak (selisih). Kita tidak tahu berapa jarak kepuasan dari tidak puas ke kurang puas. Dengan kata lain juga, walaupun sangat puas kita beri angka 5 dan sangat tidak puas kita beri angka 1, kita tidak bisa mengatakan bahwa kepuasan yang sangat puas lima kali lebih tinggi dibandingkan yang sangat tidak puas.
      Sebagaimana halnya pada skala nominal, pada skala ordinal kita juga tidak dapat menerapkan operasi matematika standar (aritmatik) seperti pengurangan, penjumlahan, perkalian, dan lainnya. Peralatan statistik yang sesuai dengan skala ordinal juga adalah peralatan statistik yang berbasiskan (berdasarkan) jumlah dan proporsi seperti modus, distribusi frekuensi, Chi Square dan beberapa peralatan statistik non-parametrik lainnya
c. Skala interval
      Skala interval mempunyai karakteristik seperti yang dimiliki oleh skala nominal dan ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu berupa interval yang tetap. Dengan demikian, peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karakteristik antara satu individu atau objek dan lainnya. Skala pengukuran interval benar-benar merupakan angka yang digunakan untuk melakukan operasi aritmatika. Untuk melakukan analisi, skala pengukuran ini menggunakan statistik parametric.
Contoh penggunaan skala pengukuran interval: jawaban pertanyaan menyangkut frekuensi dalam pertanyaan: Berapa kali anda memberi produk sampo x dalam satu bulan? jawaban a. 1 kali    b. 3 kali    c. 5 kali    d. 7 kali. angka-angka 1, 3, 5, dan 7 adalah angka sebenarnya dengan menggunakan interval 2. contoh lain : berapa persen kenaikan harga bahan pokok makanan sehari hari? jawaban: a. 5%    b. 10%    c. 15%    d. 20% jawaban berupa penilaian skala antara 1-10 Beri kami masukan mengenai layanan yang kami berikan dengan menggunakan skala sebagai berikut: kurang 12345    678910 baik.
      Contoh lainnya, misalnya dua orang murid, si A mendapat nilai 70 sedangkan si B mendapat nilai 35. Kita tidak bisa mengatakan si A dua kali lebih pintar dibandingkan si B. (Kenapa ?). Skala interval ini sudah benar-benar angka dan, kita sudah dapat menerapkan semua operasi matematika serta peralatan statistik kecuali yang berdasarkan pada rasio seperti koefisien variasi.
d.Skala ratio
      Skala pengukuran rasio mempunyai semua karakteristik yang dipunyai oleh skala nominal, ordinal maupun interval dengan kelebihan skala ini mempunyai nilai nol empiris absolut. Nilai nol absolut ini terjadi pada saat suatu karakteristik yang sedang diukur tidak ada. Pengukuran rasio biasanya berbentuk perbandingan antara satu individu atau objek tertentu dan lainnya. 
      Contoh penggunaan skala rasio dalam penelitian Harga kopi a satu kilo Rp. 15.000,- harga kopi b satu kilo Rp. 75.000,- maka harga kopi a dibandingkan dengan kopi b sama dengan 1 dibanding 5. tarif kereta api naik sebesar 10% sedangkan tarif pesawat terbang naik sebesar 20% dan lainnya yang memiliki hubungan perbandingan, pengukuran dapat menggunakan skala rasio.
      Contoh lain yaitu Seseorang yang memiliki berat 100 kg boleh dikatakan dua kali lebih berat dibandingkan seseorang yang memiliki berat 50 kg, dan seseorang yang memiliki berat 150 kg tiga kali lebih berat dibandingkan seseorang yang beratnya 50 kg. Dalam skala ratio nol memiliki makna empiris absolut yaitu tidak satu pun dari properti yang diukur benar-benar eksis.



H.    JENIS-JENIS PENILAIAN DAN KEGUNAANNYA
      Mundilarto (2010) penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pengukuran dan non pengukuran untuk memperoleh data karakteristik peserta didik dengan aturan tertentu. Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya formal pengumpulan informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel penting pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa (Herman et al., 1992:95; Popham, 1995:3).
Menurut Popham (1995:4-13) asesmen bertujuan untuk antara lain untuk:
1. mendiagnosa kelebihan dan kelemahan siswa dalam belajar,
2. memonitor kemajuan siswa,
3. menentukan jenjang kemampuan siswa,
4. menentukan efektivitas pembelajaran,
5. mempengaruhi persepsi publik tentang efektivitas pembelajaran,
6. mengevaluasi kinerja guru kelas,
7. mengklarifikasi tujuan pembelajaran yang dirancang guru

            Setiap penggunaan asesmen dalam bentuk apapun dicirikan oleh hal-hal berikut:
1.      menuntut siswa untuk merancang, membuat, menghasilkan, mengunjukkan atau melakukan sesuatu;
2.      memberi peluang untuk terjadinya berpikir kompleks dan/atau memecahkan masalah;
3.      menggunakan kegiatan-kegiatan yang bermakna secara instruksional;
4.      menuntut penerapan yang autentik pada dunia nyata;
5.      pensekoran lebih didasarkan pada pertimbangan manusia yang terlatih daripada mengandalkan mesin.
6.      Asesmen dengan standar tinggi, maka penggunaan asesmen harus: relevan dengan standar atau kebutuhan hasil belajar siswa; adil bagi semua siswa; akurat dalam pengukuran; berguna; layak dan dapat dipercaya.


I.       PRINSIP PENILAIAN DAN AKUNTABILITAS PEMBELAJARAN SAINS
      Terdapat ada sembilan prinsip dasar asesmen hasil belajar yang harus dipedomani (Depdiknas, 2004 dan 2006) yaitu:
1.      Prinsip Validitas (Kesahihan)
2.      Prinsip Reliabilitas
3.      Terfokus pada kompetensi
4.      Prinsip Komprehensif
5.      Prinsip Objektivitas
6.      Prinsip Mendidik
7.      Sistematis
8.      Beracuan kriteria
9.      Akuntabel
      Prinsip-prinsip dalam penilaian pembelajaran di atas perlu dipenuhi agar dapat mencapai akuntabilitas pembelajaran.

Refrensi
Mundilarto, 2010, Penilaian Hasil Belajar Fisika. Pusat Pengembangan Instruksional Sains.           Yogyakarta.
Depdikbud. 1996. Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar. Jakarta.             Depdikbud Republik Indonesia
Juliansyah Noor. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta. Kencana Prenada Media Group
Fogarty, Robin. 1991. How to Integrated The Curricula. Palatine, Illionis: IRI/Skylight     Publishing, Inc.
Brinkerhoff, R, O. et al. 1986. Program Evaluation: A Practitioner’s Guide for Trainers and          Educators. Fourth Printing Massachusetts: Kluwer-Nijhoff Publishing
Debdiknas. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta. Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas
Neolaka, A. 2014.  Metode penelitian dan statistik. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung








No comments:

Post a Comment

RAMADHAN PRODUKTIF DI KAMPUS

RAMADHAN PRODUKTIF DI KAMPUS, Cerita Kegiatan Bulan Ramadhan di Kampus Uny Saipuddin Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta ...