TAKSONOMI KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK UNTUK PERENCANAAN TES DAN NON TES
A.
Taksonomi
Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
Taksonomi pada
dasarnya merupakan usaha pengelompokan yang disusun dan diurut berdasarkan
ciri-ciri tertentu. Taksonomi tujuan instruksional diperlukan dengan
pertimbangan sebagai berikut:
1.
Perlu adanya
kejelasan terminologi yang digunakan dalam tujuan instruksional sebab tujuan
instruksional berfungsi untuk memberikan arah kepada proses belajar dan
menentukan perilaku yang dianggap sebagai bukti hasil belajar.
2.
Sebagi alat yang
akan membantu guru dalam mendeskripsikan dan menyusun tes, teknik penilaian dan
evaluasi.
Benjamin S. Bloom et.al. berpendapat bahwa
pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis
domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
1. Ranah proses
berfikir (cognitive domain)
2. Ranah nilai
atau sikap (affective domain)
3. Ranah
keterampilan (psychomotor domain)
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek
penilaian hasil belajar.
1.
Ranah
Penilaian Kognitif
Ranah kognitif
adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya
yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah
kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir. Ada enam jenjang atau aspek
dalam ranah kognitif, yaitu:
1)
Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Berisikan kemampuan
untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan,
pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Tes yang paling banyak dipakai
adalah tipe melengkapi, tipe isian dan tipe benar salah.
2)
Pemahaman (comprehension)
Memahami berarti
mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi dengan kata
lain siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan
yang lebih rinci dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Bentuk soal yang
sering digunakan adalah pilihan ganda dan uraian.
3)
Penerapan (application)
Aplikasi adalah
pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi konkret, dapat berupa ide umum, aturan
atau prosedur, metode umum dan juga dalam bentuk prinsip, ide dan teori secara
teknis yang harus diingat dan diterapkan. Bentuk soal yang sesuai adalah
pilihan ganda dan uraian.
4)
Analisis (analysis)
Siswa dituntut mampu
menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi
ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan
mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah
skenario yang rumit.
5)
Sintesis (syntesis)
Sisntesis merupakan
suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis,
sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola
baru
6)
Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Penilaian/evaluasi
adalah merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu
kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa
pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan
patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Dalam Taksonomi
Bloom yang direvisi oleh David R. Krathwohl di jurnal Theory into Practice, aspek
kognitif taksonomi Bloom terjadi beberapa perubahan yaitu :
1)
Remembering, pada tahap ini seseorang mampu mengingat kembali
pengertian, informasi yang masuk.
2)
Understanding, pada tahap ini seseorang dapat memahami,
menjabarkan, atau menegaskan akan informasi yang masuk seperti menafsirkan
dengan bahasa sendiri, memberi contoh, dll.
3)
Creating,
pada tahap teratas ini seseorang bisa memadukan berbagai macam informasi dan
mengembangkannya sehingga terjadi sesuatu bentuk yang baru.
Taxonomy for
Learning, Teaching, and Assessing yang
merupakan revisi taksonomi Bloom untuk ranah kognitif oleh Anderson and
Krathwohl adalah sebagai berikut:
1.
Mengingat (remembering): mengenal kembali
pengetahuan yang telah disimpan di dalam memori. Mengingat adalah ketika memori
digunakan untuk mengenal kembali pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh.
2.
Memahami (understanding): membangun arti dari
berbagai jenis materi yang ditandai dengan kemampuan menginterpretasi, memberi
contoh, mengklasifikasi, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan
menjelaskan.
3.
Menerapkan (applying): melakukan atau menggunakan
suatu prosedur melalui pelaksanaan atau penerapan pengetahuan.
4.
Menganalisis (analyzing): mengurai materi atau konsep
kedalam bagian-bagian, mengkaji hubungan antar bagian untuk mempelajari
struktur atau tujuan secara keseluruhan.
5.
Mengevaluasi (evaluating): membuat kebijakan
berdasarkan pada criteria dan standar melalui pengamatan dan peninjauan.
6.
Menciptakan (creating): mengkombinasikan
elemen-elemen untuk membentuk bangun keseluruhan yang logis dan fungsional.
Mengorganisasi ulang elemen-elemen ke dalam pola atau struktur yang baru
melalui proses pembangkitan, perencanaan, atau produksi. Penciptaan memerlukan
penggabungan atau sintesis bagian-bagian kedalam cara, pola, bentuk atau produk
yang baru.
Keenam jenjang
berpikir ranah kognitif bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih),
dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya.
Tujuan aspek
kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan
memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan
beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan
masalah tersebut.
Pada tingkat
pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada
tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan
kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat
aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam
situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk
menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan
fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab-akibat. Pada tingkat
sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi,
hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat
evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, fisika,
editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil
analisis untuk membuat kebijakan.
Pengukuran hasil
belajar ranah kognitif biasanya dilakukan dengan tes tertulis. Bentuk tes
kognitif diantaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan ganda,
(3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas, (5) jawaban
atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan (8) performans.
Kata Kerja Yang Digunakan Untuk Setiap Ranah
Kognitif
Pengetahuan (C1)
|
Pemahaman (C2)
|
Penerapan (C3)
|
Analisis (C4)
|
Sintesis (C5)
|
Penilaian (C6)
|
Mengutip
Menyebutkan
Menjelaskan
Menggambar
Membilang
Mengidentifikasi
Mendaftar
Menunjukkan
Memberi label
Memberi indeks
Memasangkan
Menamai
Menandai
Membaca
Menyadari
Menghafal
Meniru
Mencatat
Mengulang
Mereproduksi
Meninjau
Memilih
Menyatakan
Mempelajari
Mentabulasi
Memberi kode
Menelusuri
Menulis
|
Memperkirakan
Menjelaskan
Mengkategorikan
Mencirikan
Merinci
Mengasosiasikan
Membandingkan
Menghitung
Mengkontraskan
Mengubah
Mempertahankan
Menguraikan
Menjalin
Membedakan
Mendiskusikan
Menggali
Mencontohkan
Menerangkan
Mengemukakan
Mempolakan
Memperluas
Menyimpulkan
Meramalkan
Merangkum
Menjabarkan
|
Menugaskan
Mengurutkan
Menentukan
Menerapkan
Menyesuaikan
Mengkalkulasi
Memodifikasi
Mengklasifikasi
Menghitung
Membangun
Membiasakan
Mencegah
Menentukan
Menggambarkan
Menggunakan
Menilai
Melatih
Menggali
Mengemukakan
Mengadaptasi
Menyelidiki
Mengoperasikan
Mempersoalkan
Mengkonsepkan
Melaksanakan
Meramalkan
Memproduksi
Memproses
Mengaitkan
Menyusun
Mensimulasikan
Memecahkan
Melakukan
Mentabulasi
Memproses
Meramalkan
|
Menganalisis
Mengaudit
Memecahkan
Menegaskan
Mendeteksi
Mendiagnosis
Menyeleksi
Merinci
Menominasikan
Mendiagramkan
Megkorelasikan
Merasionalkan
Menguji
Mencerahkan
Menjelajah
Membagankan
Menyimpulkan
Menemukan
Menelaah
Memaksimalkan
Memerintahkan
Mengedit
Mengaitkan
Memilih
Mengukur
Melatih
Mentransfer
|
Mengabstraksi
Mengatur
Menganimasi
Mengumpulkan
Mengkategorikan
Mengkode
Mengombinasikan
Menyusun
Mengarang
Membangun
Menanggulangi
Menghubungkan
Menciptakan
Mengkreasikan
Mengoreksi
Merancang
Merencanakan
Mendikte
Meningkatkan
Memperjelas
Memfasilitasi
Membentuk
Merumuskan
Menggeneralisasi
Menggabungkan
Memadukan
Membatas
Mereparasi
Menampilkan
Menyiapkan Memproduksi
Merangkum
Merekonstruksi
|
Membandingkan
Menyimpulkan
Menilai
Mengarahkan
Mengkritik
Menimbang
Memutuskan
Memisahkan
Memprediksi
Memperjelas
Menugaskan
Menafsirkan
Mempertahankan
Memerinci
Mengukur
Merangkum
Membuktikan
Memvalidasi
Mengetes
Mendukung
Memilih
Memproyeksikan
|
Keterkaitan Antara Domain Tingkatan Aspek Kognitif
dengan Kegiatan Pembelajaran
No
|
Tingkatan
|
Deskripsi
|
1
|
Pengetahuan
|
Pengetahuan
terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, teori,
prosedur,dll.
|
2
|
Pemahaman
|
Pengertian
terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, dan antar data hubungan sebab
akibat penarikan kesimpulan
|
3
|
Aplikasi
|
Menggunakan
pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari
|
4
|
Analisis
|
Menentukan bagian-bagian dari
suatu masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar
bagian tersebut
|
5
|
Sintesis
|
Menggabungkan berbagai
informasi menjadi satu kesimpulan/konsepatau meramu/merangkai berbagai
gagasan menjadi suatu hal yang baru
|
6
|
Evaluasi
|
Mempertimbangkan dan menilai
benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tidak bermanfaat
|
2.
Ranah
Penilaian Afektif
Ranah afektif
adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ciri-ciri
hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah
laku.
Ranah afektif menjadi
lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1)
Receiving atau attending (menerima atua memperhatikan),
adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang
datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk
menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang
datang dari luar.
2)
Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi
aktif”. Menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut
sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya salah.
3)
Valuing (menilai/menghargai). Menilai atau menghargai
artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan
atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan
akan membawa kerugian atau penyesalan.
4)
Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan
perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada
perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari
nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai
denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
5)
Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi
dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai
yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan
telah mempengaruhi emosinya.
Ranah afektif
tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif. Skala yang digunakan untuk
mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya
skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak
(negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku
pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi.
Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya.
Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan
konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Salah
satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert.
Andersen
(1981:4) mengungkapkan bahwa pemikiran atau perilaku harus memiliki dua
kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif. Pertama, perilaku
melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku
seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah,
dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan.
Ranah afektif
biasanya diwakili oleh 5 tipe karakteristik yang penting bila ditinjau
berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
1)
Sikap
Sikap merupakan suatu
kencenderungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu
objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang
positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan
sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai,
keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian
yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran,
kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
2)
Minat
Minat adalah suatu
disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk
memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan
perhatian atau pencapaian (Getzel, 1966). Sedangkan menurut kamus besar bahasa
Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang
tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara
umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat
digunakan untuk:
a)
mengetahui minat
peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
b)
mengetahui bakat
dan minat peserta didik yang sebenarnya,
c)
Mengelompokkan
didik yang memiliki peserta minat sama,
d)
mengetahui
tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran
e)
meningkatkan
motivasi belajar peserta didik.
3)
Konsep Diri
Konsep diri adalah evaluasi
yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari
penilaian diri adalah sebagai berikut:
a)
Pendidik mampu
mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
b)
Memberikan
motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
c)
Peserta didik
lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
d)
Dapat digunakan
untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
e)
Peserta didik
dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
4)
Nilai
Nilai adalah suatu
objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan
minat, sikap, dan kepuasan. sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah
keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada
keyakinan.
5)
Moral
Moral berkaitan dengan
perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan
terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Moral juga sering dikaitkan
dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa
dan berpahala. Moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Disamping kelima
karakteristik tersebut di atas, ranah afektif lain yang penting untuk dikembangkan
dalam pembelajaran, adalah
a)
Kejujuran:
peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan
orang lain.
b)
Integritas:
peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan
artistik.
c)
Keadilan:
peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama
dalam memperoleh pendidikan.
d)
Kebebasan:
peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang
bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
Kata Kerja yang Biasa Digunakan dalam Menyusun
Penilaian Ranah Afektif
Menerima (A1)
|
Menanggapi (A2)
|
Menilai (A3)
|
Mengelola (A4)
|
Menghayati (A5)
|
Memilih
Mempertanyakan
Mengikuti
Memberi
Menganut
Mematuhi
Meminati
|
Menjawab
Membantu
Mengajukan
Mengompromikan
Menyenangi
Menyambut
Mendukung
Menyetujui
Menampilkan
Melaporkan
Memilih
Mengatakan
|
Mengasumsikan
Meyakini
Melengkapi
Meyakinkan
Memperjelas
Memprakarsai
Mengimani
Mengundang
Menggabungkan
Mengusulkan
Menekankan
Menyumbang
|
Menganut
Mengubah
Menata
Mengklasifikasikan
Mengombinasikan
Mempertahankan
Membangun
Membentuk
pendapat
Memadukan
Mengelola
Menegosiasi
|
Mengubah
perilaku
Berakhlak
mulia
Mempengaruhi
Mendengarkan
Mengkualifikasi
Melayani
Menunjukkan
Membuktikan
Memecahkan
|
Kaitan antara Domain Tingkatan Aspek Afektif dengan
Kegiatan Pembelajaran
Tingkat
|
Aktivitas
Dalam Pembelajaran
|
Penerimaan
(Receiving)
|
Kepekaan
(keinginan menerima/memperhatikan) terhadap fenomena/stimulus menunjukkan
perhatian terkontrol dan terseleksi
|
Responsi
(Responding)
|
Menunjukkan
perhatian aktif melakukan sesuatu dengan/tentang fenomena setuju, ingin, puas
meresponsi (mendengar)
|
Acuan
Nilai
(
Valuing)
|
Menunjukkan
konsistensi perilaku yang mengandung nilai, termotivasi berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai yang pasti
|
Organisasi
|
Mengorganisasi
nilai-nilai yang relevan ke dalam suatu sistem, menentukan saling hubungan
antar nilai, memantapkan suatu nilai yang dominan dan diterima di mana-mana,
memantapkan suatu nilaimyang dominan dan diterima di mana-mana
|
Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan
melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan
dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap
afektif siswa dan perlu lembar pengamatan. Ranah afektif tidak dapat diukur
seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur
adalah;
1)
Menerima
(memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran,
kerelaan, mengarahkan perhatian
2)
Merespon,
meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam
merespon, mematuhi peraturan
3)
Menghargai,
meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap
nilai
4)
Mengorganisasi,
meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak, mengorganisasi
sistem suatu nilai
5)
Karakteristik
suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang dianutnya. Contohnya
mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti proses belajar mengajar
berlangsung.
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat)
penilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda
Semantik.
Contoh Skala
Thurstone: Minat terhadap pelajaran fisika
|
7
|
6
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
Saya senang belajar fisika
|
|
|
|
|
|
|
|
Pelajaran fisika bermanfaat
|
|
|
|
|
|
|
|
Pelajaran fisika membosankan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Contoh Skala
Likert: Minat terhadap pelajaran fisika
1
|
Pelajaran fisika bermanfaat
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
2
|
Pelajaran fisika sulit
|
|
|
|
|
3
|
Tidak semua harus belajar fisika
|
|
|
|
|
4
|
Sekolah saya menyenangkan
|
|
|
|
|
Keterangan: SS :
Sangat setuju
S :
Setuju
TS :
Tidak setuju
STS :
Sangat tidak setuju
Contoh Lembar
Penilaian Diri Siswa
Minat Membaca
Nama Pembelajar:
No
|
Deskripsi
|
Ya/Tidak
|
1
|
Saya lebih suka membaca dibandingkan
dengan melakukan hal-hal lain
|
|
2
|
Banyak yang dapat saya ambil hikmah
dari buku yang saya baca
|
|
3
|
Saya lebih banyak membaca untuk waktu
luang saya
|
|
4
|
Dst…………..
|
|
3.
Ranah
Penilaian Psikomotorik
Ranah
psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill)
atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar
tertentu. Ranah psikomotor ini berhubungan dengan aktivitas fisik.
Dalam ranah
psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen,
(3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual,
diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang
terkoordinasi , (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi
non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan
interprestatif
Hasil
belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung
dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik
berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan
tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap,
(3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan
kerjanya. Penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan
harus mencakup persiapan, proses, dan produk.
Cara
melakukan penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi
atau pengamatan. Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung.
Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang
hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian
observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa
diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk
diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban
hasil observasi. Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk
mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta
didik. Tes tersebut dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi,
dan tes unjuk kerja.
Kata Kerja yang Biasa
Digunakan Menyusun Penilaian Ranah Psikomotor.
Menirukan (P1)
|
Memanipulasi (P2)
|
Pengalamiahan (P3)
|
Artikulasi (P4)
|
Mengaktifkan
Menyesuaikan
Menggabungkan
Melamar
Mengatur
Mengumpulkan
Menimbang
Memperkecil
Membangun
Mengubah
Membersihkan
Memposisikan
|
Mengoreksi
Mendemonstrasikan
Merancang
Memilah
Melatih
Memperbaiki
Mengidentifikasikan
Mengisi
Menempatkan
Membuat
Memanipulasi
Mereparasi
|
Mengalihkan
Menggantikan
Memutar
Mengirim
Memindahkan
Mendorong
Menarik
Memproduksi
Mencampur
Mengoperasikan
Mengemas
Membungkus
|
Mengalihkan
Mempertajam
Membentuk
Memadankan
Menggunakan
Memulai
Menyetir
Menjeniskan
Menempel
Menseketsa
Melonggarkan
Menimba
|
B.
Perencanaan
Tes dan Non Tes
Instrumen
dibedakan menjadi dua yaitu instrumen tes dan non tes. Berdasarkan bentuk atau
jenisnya, tes dibedakan menjadi tes uraian dan obyektif, sedangkan non tes
terdiri dari observasi, wawancara (interview), angket (questioner), pemeriksaan
dokumen (documentary anlyzis), dan sosiometri. Instrumen tes bersifat
performansi maksimum sedang non tes bersifat performansi tipikal. Teknik tes
sering digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah
berfikirnya (cognitive domain) ), sedangkan teknik non tes digunakan
untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam ranah sikap hidup (affective
domain) dan ranah keterampilan (psychomotoric domain).
1.
Instrumen
Tes
Tes merupakan alat untuk mendiagnosis
atau mengukur keadaan individu. Dengan
tes, orang akan mengetahui adanya perbedaan antar individu. Karena adanya
perbedaan aspek psikis yang dapat membedakan individu, maka timbullah
bermacam-macam tes. Macam-macam tes tersebut berdasarkan beberapa kriteria-kriteria
sebaga berikut:
a.
Berdasarkan Fungsinya
1)
Tes seleksi
Tes seleksi sering dikenal dengan
istilah “ujian saringan” atau “ujian masuk”. Dilaksanakan dalam rangka
penerimaan calon siswa baru, dimana hasil tes digunakan untuk memilih calon
peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang
mengikuti tes.
2)
Tes awal
Tes awal sering dikenal dengan istilah
pre-test. Bertujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran
yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh para peserta didik.
3)
Tes akhir
Tes akhir sering
dikenal dengan istilah post-test. Bertujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang
tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para peserta
didik.
4)
Tes diagnostik
Tes yang dilaksanakan untuk menentukan
secara tepat jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu
pelajaran tertentu. Tes diagnostik juga bertujuan ingin menemukan jawab atas
pertanyaan “apakah peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang
merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya?”.
Tes jenis ini dapat dilaksanakan secara lisan, tertulis, perbuatan atau
kombinasi dari ketiganya.
5)
Tes formatif
Tes formatif adalah tes hasil belajar
yang bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik “telah
terbentuk” setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu. Tes formatif ini biasanya dilaksanakan pada setiap kali satuan
pelajaran atau subpokok bahasan berakhir atau dapat diselesaikan. Di sekolah-sekolah
tes formatif ini biasa dikenal dengan istilah “ulangan harian”.
6)
Tes sumatif
Tes sumatif adalah tes hasil belajar
yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai
diberikan. Tes sumatif dilaksanakan secara tertulis, agar semua siswa
memperoleh soal yang sama. Tujuan utama tes sumatif adalah untuk menentukan
nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh
proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b.
Berdasarkan Aspek Psikis
1)
Tes intelegensi,
yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui
tingkat kecerdasan seseorang.
2)
Tes kemampuan,
yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau
bakat khusus yang dimiliki oleh testee.
3)
Tes sikap, yakni
tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisposisi atau kecenderungan
seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik
berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu.
4)
Tes kepribadian,
yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap ciri-ciri khas dari
seseorang yang banyak sedikitnya bersifat lahiriah.
5)
Tes hasil
belajar, yakni tes yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian
atau prestasi belajar.
c.
Berdasarkan yang Mengikuti Tes
1)
Tes individual,
yaitu tes dimana tester hanya berhadapan dengan satu orang testee saja.
2)
Tes kelompok, yaitu
tes dimana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang testee.
d.
Berdasarkan Segi Waktu
1)
Power tes yakni
tes dimana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut
tidak dibatasi.
2)
Speed tes yaitu
tes dimana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut
dibatasi.
e.
Berdasarkan Segi Responnya
1)
Verbal tes ,
yakni suatu tes yang menghendaki respon yang tertuang dalam bentuk ungkapan
kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun secara tertulis.
2)
Non verbal tes,
yakni tes yang menghendaki respon dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata
atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku, jadi respon yang dikehendaki
muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau gerakan-gerakan tertentu.
f.
Berdasarkan Cara Mengajukan Tanya Jawab.
1)
Tes tertulis
yakni jenis tes dimana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau
soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga secara
tertulis.
2)
Tes lisan yakni
tes dimana didalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soalnya dilakukan
secara lisan dan testee memberikan jawabannya secara lisan pula.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih teknik penilaian untuk mata pelajaran Fisika:
a.
Karakteristik mata pelajaran Fisika.
b.
Rumusan kompetensi mata pelajaran Fisika
dalam Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
c.
Rumusan indikator pencapaian setiap
Kompetensi Dasar (KD).
2.
Instrumen
Non Tes
Teknik evaluasi nontes berarti
melaksanakan penilain dengan tidak mengunakan tes. Digunakan untuk menilai
kepribadian anak secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap
sosial, dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam
pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok. Nontes adalah cara
penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan tanpa menguji peserta
didik tetapi dengan melakukan pengamatan secara sistematis. Cara nontes yaitu
pengamatan/ observasi, wawancara/interview, angket, dan pemeriksaan dokumen.
1)
Pengamatan (Observasi)
Observasi adalah cara menghimpun
bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan sasaran pengamatan.
Observasi dapat dilakukan secara partisipasif dan non partisipatif. Pada
observasi partisipatif, observer melibatkan diri ditengah-tengah observe,
Sedangkan pada observasi nonpartisipatif, observer bertindak sebagai penonton
saja. Observasi juga dapat bersifat eksperimental, yang dilakukan dalam situasi
buatan atau yang dilakukan dalam situasi yang wajar. Sedangkan observasi
sistematis dilaksanakan dengan perencanaan yang sangat matang. Dalam evaluasi hasil belajar mempergunakan observasi
nonsistematis, yaitu observasi dimana observer atau evaluator dalam dalam
melakukan pengamatan dan pencatatan tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang
pasti. Maka kegiatan observasi hanya dibatasi oleh tujuan dari observasi itu
sendiri.
Kelebihan
dari observasi adalah:
1)
Data observasi didapatkan langsung dari lapangan, data
bersifat objektif dalam melukiskan aspek-aspek kepribadian peserta didik
menurut kenyataannya.
2)
Data observasi mencakup berbagai aspek kepribadian
masing-masing individu peserta didik.
Kelemahan
dari observasi adalah:
1)
Jika guru kurang cakap dalam melakukan
observasi, maka observasinya menjadi kurang dapat diyakini kebenarannya.
2)
Kepribadian dari observer atau evaluator
seringkali mempengaruhi penilaian yang dilakukan dengan cara observasi.
3)
Data yang diperoleh dari observasi umumnya baru
mengungkap “kulit luar”nya saja.
2)
Wawancara (Interview)
Wawancara adalah cara menghimpun
keterangan yang dilaksanakan dengan cara tanya jawab lisan secara sepihak,
berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Jenis
wawancara yang yang dapat digunakan sebagai alat evaluasi adalah:
1)
Wawancara
terpimpin (guided interview) yang dikenal dengan wawancara berstruktur
atau wawancara sistematis. Pada wawancara sistematis evaluator melakukan tanya
jawab lisan dengan peserta didik, orang tua peserta didik untuk menghimpun
keterangan yang dibutuhkan untuk proses penilaian terhadap peserta didik
tersebut. Wawancara ini dipersiapkan secara matang dengan berpegang pada
panduan wawancara.
2)
Wawancara tidak terpimpin (un-guided
interview) yang dikenal dengan wawancara bebas, wawancara sederhana atau
wawancara tidak sistematis. Dalm wawancara ini pewawancara selaku evaluator
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tua peserta didik
tanpa dikendalikan oleh pedoman tertentu.
Kelebihan
dari wawancara adalah:
1)
Pewawancara dapat berkomunikasi langsung
dengan peserta didik sehingga menghasilkan penilaian yang lengkap dan mendalam.
2)
Peserta didik dapat mengeluarkan isi hatinya
secara lebih bebas.
3)
Data yang didapat dapat berupa data
kualitatif dan data kuantitatif.
4)
Pertanyaan yang kurang jelas dapat diulang
dan dijelaskan kembali dan jawaban yang belum jelas dapat diminta lagi
penjelasannya biar lebih terarah.
5)
Wawancara dapat dilengkapi dengan alat bantu
agar data yang didapat bisa dicatat dengan lebih lengkap.
Kelemahan
dari wawancara adalah: Jika wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas,
maka kelemahannya terletak pada pertanyaan dan jawaban yang beraneka ragam dan
terkadang tidak terarah kepada fokus evaluasi.
Langkah-langkah penyusunan pedoman
wawancara dan inventori adalah sebagai berikut.
1)
Mengacu pada
indikator pencapaian.
2)
Memilih pernyataan/pertanyaan yang tidak
menuntut respon yang mengandung keberpihakan sosial (social desirability)
yang tinggi;
3)
Menyediakan pernyataan yang tidak
merujuk pada hal-hal yang benar atau salah;
4)
Menentukan jenis skala yang dipilih dan
pedoman penskorannya.
3)
Angket (kuisioner)
Angket adalah suatu alat evaluasi yang
digunakan untuk mengungkap latar belakang peserta didik/ orang tua peserta
didik, menemukan kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam mengikuti
proses pembelajaran, motivasi belajar, fasilitas belajar dan lain sebagainya.
Kelebihan
angket dibandingkan wawancara dan observasi adalah:
1) Pegumpulan data jauh lebih praktis
2) Menghemat
waktu dan tenaga.
Kekurangan
angket diantaranya adalah:
1)
Jawaban yang diberikan seringkali tidak sesuai
dengan kenyataan.
2)
Pertanyaan yang disajikan sering kurang tajam,
mengakibatkan jawaban yang diberikan diperkirakan hanya untuk melegakan pihak
penilai.
3)
Cheklist
Bentuk Check List merupakan suatu
daftar yang membuat sifat, tabiat atau tingkah laku yang akan dinilai; cara menilainya
membubuhkan tanda check (√) pada jawaban yang sesuai, Sedangkan Rating Scale
pemberian nilai pada skala yang telah ditetapkan. Rating scale atau
skala bertingkat adalah suatu bentuk evaluasi non tes yang menggambarkan suatu
nilai dalam bentuk angka. Angka-angka diberikan secara bertingkat dari angka
terendah hingga angkat paling tinggi. Angka-angka tersebut kemudian dapat
dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka yang lain.
4)
Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan
representasi keterampilan yang perlu dikuasai siswa, sebagai bukti kemampuan
yang dimiliki siswa. Portofolio memuat bahan yang akan dibahas dan merupakan
bahan laporan, digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk :
1)
Mengukur ranah yang telah ditentukan,
2)
Landasan untuk mencapai level penguasaan
berikutnya
3)
Mengidentifikasi ranah yang harus dikembangkan
4)
Pencatatan kemampuan yang telah dicapai
5)
Bahan untuk penyempurnaan instrument
6)
Bahan untuk menyesuaikan kurikulum
3.
Prosedur
Pengembangan Tes
Langkah-langkah penting yang dapat dilakukan
sebelum menentukan teknik dan alat penilaian sebagai berikut;
a.
Menentukan tujuan penilaian.
b.
Memperhatikan
kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD).
c.
Menentukan
jenis alat ukurnya, yaitu tes atau non-tes atau mempergunakan keduanya.
d.
Menyusun
kisi-kisi tes dan menulis butir soal beserta pedoman penskorannya.
e.
Menentukan kompetensi yang akan diujikan.
f.
Menentukan
materi yang akan diujikan.
Mundilarto
(2010: 48) menyatakan bahwa ada Sembilan langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan tes hasil belajar, yaitu (1)
menyusun spesifikasi tes, (2) menulis soal tes, (3) menelaah soal tes, (4)
melakukan uji coba tes, (5) menganalisis butir soal, (6) memperbaiki tes, (7)
merakit tes, (8) melaksanakan tes, dan (9) menafsirkan hasil tes.
Penyusunan
spesifikasi tes mencakup kegiatan berikut ini: (1) menentukan tujuan tes, (2)
menyusun kisi-kisi tes, (3) memilih betuk tes, dan (4) menentukan panjang tes
(Mundilarto, 2010:49).
Kriteria penentuan materi yang akan
diujikan:
1.
Urgensi, yaitu materi secara teoritis mutlak harus dikuasai oleh
peserta didik,
2.
Kontinuitas, yaitu materi lanjutan yang merupakan pendalaman dari satu
atau lebih materi yang sudah dipelajari sebelumnya,
3.
Relevansi, yaitu materi yang diperlukan untuk mempelajari atau
memahami, mata pelajaran lain,
4.
Keterpakaian, yaitu rnateri yang memiliki nilai terapan tinggi
dalam kehidupan sehari-hari.
No comments:
Post a Comment