Tuesday, 19 January 2016

PENGEMBANGAN TES UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI (HOTS)

PENGEMBANGAN TES UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI (HOTS)

HOTS

A.    Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) sebagai transfer ilmu pengetahuan

Kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills) dapat dilihat dari definisi menurut Brookhart (2010:5) yaitu

Higher Order thinking  conceived of as the top end of the Bloom’s cognitive taxonomy: Analyze, Evaluate, and Create, or, in the older labguage, Analysis, Synthesis, and Evaluation. The teaching goal behind any of cognitive taxonomy is equipping student to be able to do transfer. ”being able to think” means studenk can apply the knowledge and skill they developed during their learning to new contexts. “New” here means applications that the student has not thought of before, not necessarily something universally new. Higher-order thinking is conceived as students being able to relate their learning to other elements beyond those they were taught to associate with it.
Pernyataan ini merupakan fungsi higher order thinking skill dalam transfer ilmu pengetahuan yang level kemampuan berpikirnya merupakan bagian dari Taxonomy Bloom. Pernyataan tersebut menyiratkan beberapa hal, sebagai berikut: (1) kemampuan berpikir tingkat tinggi berada pada bagian atas taksonomi kognitif Bloom yang meliputi kemampuan analisis, evaluasi dan mencipta, (2)  tujuan pembelajaran dalam taksonomi kognitif adalah membekali peserta agar dapat melakukan proses transfer pengetahuan, dan (3) kemampuan berpikir aartinya pererta didik mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka kembangkan selama mempelajari hal yang baru. “baru” yang dimaksudkan adalah aplikasi konsep yang belum terpikirkan sebelumnya oleh peserta didik, ini artinya belum tentu baru secara menyeluruh. Kemampuan berpikir tingkat tinggi  berarti kemampuan peserta didik  untuk mengaplikasikan dan menghubungkan pembelajaran dengan hal-hal baru yang belum pernah diajarkan.
Higher Order Thinking Skills atau kemampuan berpikir tingkat tinggi pada dasarnya berarti pemikiran yang terjadi pada tingkat tinggi dalam suatu proses kognitif. Menurut taksonomi Bloom yang telah dirievisi keterampilan berpikir pada ranah kognitif terbagi menjadi enam tingkatan, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Syafa’ah & Handayani, 2015). Schraw et al. (2011: 191) mengklasifikasikan keterampilan berpikir yang dimiliki Bloom menjadi dua tingkatan yaitu keterampilan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills) yang terdiri atas pengetahuan dan pemahaman, serta keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills) yang terdiri atas aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Setiap tingkat kemampuan berpikir pada taksonomi Bloom membimbing peserta didik untuk menguasai kemampuan yang lebih  tinggi. Namun, pada pendidikan teknik  kemampuan analisis merupakan kemampuan yang harus dikuasai peserta didik karena diharapkan aplikasinya terhadap teori-teori, prinsip-prinsip dan konsep yang mereka pelajari ketika ketika mempelajari berbagai objek. Gambar 1 menunjukan taksomoni Bloom sebelum dan sesudah direvisi.

                           Gambar 1. Taksonomi Bloom (domain kognitif)

TAXONOMI BLOOM

                                             (Sumber: Narayanan et al., 2015: 2)
Dalam proses pembelajaran untuk memudahkan guru dalam membimbing peserta didik dalam mencapai tiap tingkat dalam taksonomi Bloom khususnya pada level kemampuan berpikir tingkat tinggi yang telah direvisi dapat digunakan Tabel 1. Tabel 1 menjelaskan tiap tingkat HOTS dalam pembelajaran yang akan dicapai dan kata kerja yang dapat digunakan dalam pembelajaran.

Tabel 1. Level HOTS dan Kata Operasional
Tingkat HOTS
Kata Operasional
Analisis: dapatkah peserta didik membedakan antara konsep-konsep yang berbeda?
Menilai, membandingkan, mengkritik, mengurutkan, membedakan, menentukan, mengurutkan
Evaluasi: dapatkah peserta didik membenarkan suatu pernyataan atau pilihan tertentu dengan memberikan alasan
Mengevaluasi, menilai, mengkritik, memilih/menyeleksi, menghubungkan, memberikan pendapat
Mencipta: dapatkah peserta didik membuat atau mengembangkan produk, teori atau sudut pandang baru berdasarkan pembelajaran?
Merakit, mendisgn, merancang, membuat, memformulasikan.
      (Sumber: Narayanan et al., 2015: 4)

Selain menurut taksonomi yang direvisi Bloom, ada juga HOT model Heong et al. (2011) yang menyatakan bahwa keterampilan berpikir adalah penting untuk peserta didik dan pendidik terutama di lembaga pendidikan tinggi. Heong et al. (2011) mengindentifikasi 13 keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu: membandingkan (comparing), mengklasifikasi, (classifying), menginduksi (inducing), menyimpulkan (deducing), menganalisis kesalahan (analyzing error), membangun pendukung (constructing support), menganalisis perspektif (analyzing perspective), mengabstraksi (abstracting), mengambil keputusan (making decision), memecahkan masalah (solving problem), menemukan eksperimen (inquiring eksperimen), dan menemukan konsep dalam kerangka dimensi belajar (inventing concept which work within the dimensions of learning framework). Disamping itu, Heong et al. (2011) juga menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan jenis kelamin, hasil akademis, dan status sosial ekonomi. Oleh karena itu peserta didik harus belajar keterampilan tberpikir tingkat tinggi untuk membantu mereka memecahkan masalah dalam belajar dan meningkatkan hasil akademik mereka. Dengan demikian, pemahaman dan hasil belajar fisika peserta didik akan meningkat dalam pembelajaran.
Brookhart (2010) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) artinya peserta didik mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka kembangkan selama belajar pada konteks aplikasi konsep yang belum terpikirkan sebelumnya oleh peserta didik, namun konsep tersebut sudah diajarkan. Berpikir tingkat tinggi berarti kemampuan peserta didik untuk menghubungkan pembelajaran dengan hal-hal lain yang belum pernah diajarkan. Sedangkan menurut Tajularipin Sulaiman et al. (2015) kemampuan berpikir tingkat tinggi mempunyai tiga komponen yaitu kemampuan berpikir, kebiasaan berpikir dan metakognitif. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat ditingkatkan dengan memberikan persoalan berupa open-ended question, tugas dalam kelas dan umpan balik dalam pembelajaran.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS) termasuk keterampilan seperti berpikir kreatif dan kritis, analisis, pemecahan masalah dan visualisasi. Keterampilan ini melibatkan mengkategorikan item, membandingkan dan membedakan ide-ide dan teori-teori, mampu menulis serta memecahkan masalah. Di dalam kelas kemampuan dan keterampilan yang mencakup penggunaan HOTS adalah berpikir kompleks yang melampaui mengingat dasar fakta-fakta seperti evaluasi dan penemuan, memungkinkan peserta didik untuk menyimpan informasi dan untuk menerapkan solusi pemecahan masalah untuk masalah dunia nyata. Oleh karena itu, kemampuan berpikir tingkat tinggi dihargai karena diyakini dapat mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan pekerjaan serta kehidupan sehari-hari (Ramos et al., 2013).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah kemampuan menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create) pada bidang fisika. Anderson & Krathwohl (2001:30) mendefinisikan ketiga kemampuan tersebut sebagai berikut:
Analyzing is breaking material concepts into parts, determining how the parts relate or interrelate to one another or to an overall structure or purpose. Evaluating is making judgments based on  kriteria and standards thorough checking and critiguing. Creating is putting element together to form a coherent or functional whole; reorganizing elements into a new pattern or structure thorough generating, plabning and producing.
Definisi tersebut berarti bahwa: (1) menganalisis adalah menguraikan bahan atau konsep ke dalam bagian-bagiannya, menentukan hubungan antar bagian, atau hubungan bagian terhadap struktur atau tujuan secara keseluruhan. Tindakan yang sesuai berupa membedakan, mengorganisasikan, dan menghubungkan, serta mampu membedakan antara komponen atau bagian; (2) Mengevaluasi adalah membuat penilaian berdasarkan kriteria-kriteria dan standar-standar dengan melalui pemeriksaan dan kritik. (3) Menciptakan adalah memasukan elemen untuk membentuk satu kesatuan yang koheren atau fungsional atau melakukan reorganisasi elemen menjadi pola atau struktur baru melalui proses membangkitkan, merencanakan, atau menghasilkan. Kegiatan yang termasuk mencipta adalah mensintesis bagian menjadi sesuatu yang baru, betuk baru atau produk baru.
Kemampuan ini ditunjukan dengan menyelesaikan persoalan fisika dengan menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Kemampuan ini sebenarnya sudah dibiasakan dalam fisika, karena fisika sudah melatih mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, objektif, memutuskan sesuatu berdasarkan data yang tetap dengan menggunakan metode ilmiah, dan kemampuan untuk komunikasi ilmiah. Untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, ada lima langkah pembelajaran yang dapat ditempuh, yakni: (1) menentukan tujuan pembelajaran, (2) mengajarkan melalui pertanyaan, (3) mempraktikan, (4) menelaah, mempertajam dan meningkatkan pemahaman, dan (5) mempraktikan umpan balik dan menilai pembelajaran (Limbach & Waugh, 2010).
Nitko & Bookhart (2011:223) menjelaskan tentang dasar penilaian kemampuan higher order thinking skills sebagai berikut
A basic rule for assestment of higher order thinking skill is to use tasks tahat require use of knowledge and skills in new or novel situation. If you only asses student s ability to recall what is in the next-book or what you say, you will not know whether they understand or can apply the reasons, explabations, and interpretations. In short, you must use novel materials to asses higher order thinking. One way to do that is use to context-depent butir sets.

Berdasarkan pernyataan tersebut, prinsip dasar untuk melakukan penelitian terhadap kemampuan higher order thinking adalah menggunakann tugas-tugas yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan di situasi yang baru. Bahan-bahan yang baru harus digunakan untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan higher order thinking. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengunakan  set-set butir yang bergantung pada konteks. Untuk menilai kemampuan HOTS peserta didik dibutuhkan sebuah instrumen yang melibat kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah dan kreatifitas yang dapat menantang peserta didik sehingga dibutuhkan instrumen penilaian tertentu yang disusun berdasarkan kompetensi  yang terkait dalam pembelajaran (McNeill et al, 2012).
Instrumen Penilaian HOTS yang dibuat merupakan pengembangan instrumen penilaian kognitif untuk kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik pada materi fisika. Instrumen yang meliputi tes dan pedoman penilaian ini diadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Edi Istiyono, Djemari Mardapi dan Suparno (2014) mengenai pengembangan tes kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika (PhysTHOTS) peserta didik SMA. Kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika yang dimaksud terdiri atas kemampuan fisika dalam menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan. Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika terdiri atas tes berbentuk pilihan ganda beralasan yang dinamakan tes kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika Physics Test for Higher Order Thinking Skills (PhysTHOTS). Kisi-kisi instrumen disusun berdasarkan aspek dan subaspek kemampuan berpikir tingkat tinggi, yang selanjutnya digunakan untuk menyusun item-item. Instrumen penilaian dalam penelitian yang akan dilakukan diadaptasi berdasarkan PhysTHOTS sebagai instrumen penilaian untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.

B.     Kemampuan Berpikir Kritis
Johnson (2009: 183) menyatakan berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis pendapat atau asumsi, dan melakukan ilmiah. Lebih spesifik lagi, Williams (2011) mendefinisikan bahwa kemampuan berpikir kritis dalam ilmu sains adalah kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan yang relevan dan reliabel tentang alam semesta. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui serangkaian pengujian hipotesis yang sisematis, sehingga kemampuan berpikir kritis diperlukan agar serangkaian proses tersebut berakhir pada penarikan kesimpulan yang benar. William (2011) berpendapat sains diidentifiksi sebagai tempat yang baik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Hal ini dikarenakan hubungan antara pemikiran ilmiah dan kemampuan berpikir kritis.
Cottrell (2005: 1) mengemukakan bahwa “Critical thinking is a cognitive activity, associated with using the mind” yang artinya berpikir kritis merupakan aktifitas kognitif, yaitu berhubungan dengan penggunaan pikiran. Berdasarkan dimensi kognitif Bloom, kemampuan berpikir kritis menempati bagian dimensi analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Tampak bahwa dimensi-dimensi ini diambil dari sistem taksonomi Bloom yang lama. Jika dicocokkan dengan taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2010), maka kemampuan berpikir kritis menempati bagian dimansi analisis (C4), dan evaluasi (C5), karena pada versi revisi, dimensi sintesis diintegrasikan ke dalam dimensi analisis. 
Anderson & Krathwohl (2010) menjelaskan bahwa dimensi analisis merupakan dimensi di mana terjadi pemecahan suatu materi menjadi bagian-bagian yang kecil dalam suatu keterkaitan hubungan antar bagian-bagian tersebut. Dimensi menganalisis meliputi proses kognitif membedakan, mengorganisasi,dan mengatribusikan. Selanjutnya, Anderson & Krathwohl (2010) mendefinisikan dimensi evaluasi sebagai dimensi di mana terjadi pengambilan keputusan berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Kriteria-kriteria yang biasanya digunakan yaitu kualitas, efektivitas, efisien, dan konsistensi.  Anderson & Krathwohl menjelaskan lebih lanjut bahwa pada kategori mengevaluasi mencakup proses kognitif yaitu memeriksa keputusan yang telah diambil berdasarkan kriteria internal dan mengkritik keputusan yang diambil berdasarkan kriteria eksternal.
Nitko & Brookhart (2011: 236) berpendapat bahwa kemampuan berpikir kritis paling baik diukur dan dinilai dalam konteks pembelajaran tertentu, bukan secara umum. Untuk itu, guru yang berkepentingan mengukur kemampuan berpikir kritis perlu mengejawantahkan indikator-indikator kemampuan berpikir kritis ke dalam konteks materi pembelajaran yang bersangkutan. Selain itu, penting pula menghubungkan materi pembelajaran tersebut dengan kondisi kehidupan keseharian dalam melakukan pengukuran terhadapa kemampuan berpikir kritis.
Keterampilan berpikir kritis menurut Nitko & Brookhart (2011:234-236) diidentifikasi menjadi lima kategori, yaitu: a) Klarifikasi dasar, b) dukungan dasar, c) menyimpulkan, d) klarifikasi tingkat lanjut, e) strategi dan taktik. Dalam penelitian pengembangan ini, indikator berpikir kritis yang diteliti terdapat pada Tabel 2.

       Tabel 2. Aspek Kemampuan Berpikir Kritis
Kategori
Indikator
Contoh indikator soal
Melakukan Klarifikasi dasar
1. Fokus pada pertanyaan
Disajikan sebuah masalah/problem, aturan, kartun, atau eksperimen dan
hasilnya, peserta didik dapat menentukan masalah utama, kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas, kebenaran argumen atau kesimpulan.
2. Menganalisis argumen
Disajikan deskripsi sebuah situasi atau satu/dua argumentasi, peserta didik dapat: (1) menyimpulkan argumentasi secara cepat, (2) memberikan alasan yang mendukung argumen yang disajikan, (3) memberikan alasan tidak mendukung
argumen yang disajikan.
Menilai dukungan dasar
3. Menilai kredibilitas sumber
Disajikan sebuah teks argumentasi, iklan, atau eksperimen dan interpretasinya, peserta didik menentukan bagian yang dapat dipertimbangan untuk dapat dipercaya (atau tidak dapat dipercaya), serta memberikan alasannya.
Membuat Kesimpulan
4. Membuat Kesimpulan secara deduktif
Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik adalah benar dan pilihannya terdiri dari: (1) satu kesimpulan yang benar dan logis, (2) dua atau lebih kesimpulan yang benar dan logis, peserta didik dapat membandingkan kesimpulan yang sesuai dengan pernyataan yang disajikan atau kesimpulan yang harus diikuti.
5. Membuat kesimpulan secara induktif
Disajikan sebuah pernyataan, informasi/data, dan beberapa kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat menentukan sebuah kesimpulan yang tepat dan
memberikan alasannya.
Melakukan klarifikasi tingkat lanjut
6. menilai definisi
Disajikan deskripsi sebuah situasi, pernyataan masalah, dan kemungkinan penyelesaian masalahnya, peserta didik dapat menentukan: (1) solusi yang positif dan negatif, (2) solusi mana yang paling tepat untuk memecahkan masalah
yang disajikan, dan dapat memberikan alasannya.
7. mendefinisikan asumsi 
Disajikan sebuah argumentasi, beberapa pilihan yang implisit di dalam asumsi, peserta didik dapat menentukan sebuah pilihan yang tepat sesuai dengan asumsi.
Menerapkan strategi dan taktik dalam menyelesaikan masalah
8. Mengambil keputusan dalam tindakan
Merumuskan alternatif solusi
          Adaptasi dari Nitko & Brookhart (2011: 234-236)

Nitko & Brookhart (2011: 237-239) menambahkan bahwa instrumen tes utuk mengukur kemampuan berpikir kritis adalah berupa tes uraian. Di dalamnya mengandung deskripsi situasi, kemudian diikuti dengan pertanyaan yang mengarah pada indikator kemampuan berpikir kritis tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Mundilarto (2010: 58, 61), yaitu tes berbetuk uraian sangat sesuai untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Kemampuan berpikir kritis termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi, sehingga tepat bila diukur dengan menggunakan tes uraian. Karena jawaban responden pasti beragam, maka untuk meminimalisir unsur subjektifitas dalam melakukan penilaian, diperlukan rubrik penilaian yang jelas dan rinci.

C.    Kemampuan Berpikir Kreatif
Johnson (2009: 183), berpikir kreatif adalah kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman-pemahaman yang baru. Johnson (2009) menambahkan bahwa berpikir kreatif merupakan sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuat sudut pandang yang menakjubkan, serta membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Berpikir kreatif merupakan kegiatan mental yang menghasilkan sesuatu yang baru hasil dari pengembangan.
Utami Munandar (2002: 37) menyatakan “Beberapa ciri pribadi yang kreatif yaitu: imajinatif, mempunyai prakarsa, mempunyai minat luas, mandiri dalam berpikir, senang berpetualang, penuh energi, percaya diri, bersedia mengambil risiko, dan berani dalam berpendirian dan berkeyakinan”. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri kreatif antara lain:
a.       Bebas dalam berpikir dan bertindak
b.      Adanya inisiatif menumbuhkan rasa ingin tahu
c.       Percaya pada diri sendiri
d.      Mempunyai daya imajinasi yang baik
Untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif digunakan tes uraian untuk memperoleh data kemampuan berpikir kreatif sebelum dan setelah pembelajaran. Aspek dan indikator keterampilan berpikir kreatif yang diukur dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif (KBK)
Aspek KBK
Indikator
a.      Fluency (Kelancaran)
·         Menjawab dengan sejumlah jawaban jika  ada pertanyaan
·         Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah
b.      Flexibility (Keluwesan)
·         Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita, atau masalah
·         Jika diberi suatu masalah biasanya memikirkan bermacam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya
·         Menggolongkan hal-hal menurut kategori yang berbeda
c.      Originality (Keaslian)
·         Memikirkan masalah-masalah yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain
·         Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru
d.     Elaboration (Keterperincian)
·         Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah
·         Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain

Definisi dari setiap ciri tersebut menurut Utami Munandar (2002: 192) sebagai berikut: kemampuan berpikir kreatif dalam fisika berdasarkan beberapa pendapat di atas dikelompokkan menjadi empat aspek yaitu (a) fluency (kelancaran), menunjukkan kemampuan peserta didik dalam memberikan banyak ide dan menyelesaikan masalah dengan jawaban yang tepat; (b) flexibility (keluwesan), menunjukkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalah dalam satu cara dan kemudian menggunakan banyak cara; (c) originality (keaslian), kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah menggunakan caranya sendiri; dan (d) elaboration, menunjukkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci. 

D.    Penyusunan Butir Soal yang Menuntut Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
Pengembangan butir soal harus mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan, baik untuk penulisan soal secara umum maupun rambu-rambu berdasarkan tingkat berpikir peserta didik yang mengerjakan soal. Dalam pembuatan soal berpikir tingkat tinggi terdapat beberapa kesulitan. Salah satunya kesulitan menentukan perilaku yang diukur dan kesulitan dalam merumuskan masalah yang dijadikan dasar pertanyaan.
Pengembangan soal-soal pembelajaran Fisika untuk mengukur keterampilan analisis, sintesis, evaluasi dapat dilakukan dengan menyajikan stimulus dalam bentuk data percobaan, grafik, gambar suatu fenomena atau deskripsi singkat suatu fenomena yang selanjutnya digunakan siswa untuk menjawab soal. Soal-soal untuk pengujian ini dapat dibuat dalam bentuk soal pilihan ganda maupun uraian. Teknik penulisan soal berpikir tingkat tinggi secara umum hampir sama dengan teknik penulisan soal-soal biasa tetapi karena peserta didik diuji pada proses analisis, sintesis atau evaluasi, maka pada soal harus ada komponen yang dapat dianalisis, disintesis atau dievaluasi. Komponen ini di dalam soal dikenal dengan istilah stimulus. Selain itu soal-soal fisika juga harus menguji keterampilan proses fisika. Oleh karena itu kata kerja yang dipilih pada ranah kognitif diutamakan yang sesuai dengan keterampilan proses. Untuk soal-soal fisika, guru dapat memilih kata kerja yang sesuai dengan konsep fisika yang dipelajari peserta didik dan sesuai dengan indikator hasil belajar yang diturunkan dari kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik pada setiap konsep fisika.
Dalam menulis soal untuk pengembangan higher order thinking skill (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi terlebih dahulu kita harus mengetahui bahwa berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman oleh para penulis soal untuk menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi. Caranya adalah seperti berikut ini.
1. Materi yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku: pemahaman, penerapan, sintesis, analisis, atau evaluasi (bukan hanya ingatan).
2. Setiap pertanyaan diberikan dasar pertanyaan (stimulus).
Agar butir soal yang ditulis dapat menuntut penalaran tinggi, maka setiap butir soal selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus) yang berbentuk sumber/bahan bacaan.
3. Mengukur kemampuan berpikir kritis.
Ada 11 kemampuan berpikir kritis yang dapat dijadikan dasar dalam menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi.
a.       Menfokuskan pada pertanyaan
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah masalah/problem, aturan, kartun, atau eksperimen dan hasilnya, peserta didik dapat menentukan masalah utama, kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas, kebenaran argumen atau kesimpulan.
b.   Menganalisis argumen
Contoh indikator soal: Disajikan deskripsi sebuah situasi atau satu/dua argumentasi, peserta didik dapat: (1) menyimpulkan argumentasi secara cepat, (2) memberikan alasan yang mendukung argumen yang disajikan, (3) memberikan alasan tidak mendukung argumen yang disajikan.
c.       Mempertimbangkan yang dapat dipercaya
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah teks argumentasi, iklan, atau eksperimen dan interpretasinya, peserta didik menentukan bagian yang dapat dipertimbangan untuk dapat dipercaya (atau tidak dapat dipercaya), serta memberikan alasannya.
d.      Mempertimbangkan laporan observasi
Contoh indikator soalnya: Disajikan deskripsi  konteks, laporan observasi, atau laporan observer/reporter, peserta didik dapat mempercayai atau tidak terhadap laporan itu dan memberikan alasannya.
e.       Membandingkan kesimpulan
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik adalah benar dan pilihannya terdiri dari: (1) satu kesimpulan yang benar dan logis, (2) dua atau lebih kesimpulan yang benar dan logis, peserta didik dapat membandingkan kesimpulan yang sesuai dengan pernyataan yang disajikan atau kesimpulan yang harus diikuti.
f.       Menentukan kesimpulan
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik adalah benar dan satu kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat menentukan kesimpulan yang ada itu benar atau tidak, dan memberikan alasannya.
g.      Mempertimbangkan kemampuan induksi
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan, informasi/data, dan beberapa kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat menentukan sebuah kesimpulan yang tepat dan memberikan alasannya.

h.      Menilai
Contoh indikatornya: Disajikan deskripsi sebuah situasi, pernyataan masalah, dan kemungkinan penyelesaian masalahnya, peserta didik dapat menentukan: (1) solusi yang positif dan negatif, (2) solusi mana yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang disajikan, dan dapat memberikan alasannya.
i.        Mendefinisikan Konsep
Contoh indikator soal: Disajikan pernyataan situasi dan argumentasi/naskah, peserta didik dapat mendefinisikan konsep yang dinyatakan.
j.        Mendefinisikan asumsi
Contoh indikator soal Disajikan sebuah argumentasi, beberapa pilihan yang implisit di dalam asumsi, peserta didik dapat menentukan sebuah pilihan yang tepat sesuai dengan asumsi.
k.      Mendeskripsikan
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah teks persuasif, percakapan, iklan, segmen dari video klip, peserta didik dapat mendeskripsikan pernyataan yang dihilangkan (Dadan Rosana, 2014: 394-400).

E.     Contoh Soal Kemampuan Berpikir Kritis, Berpikit Kreatif dan HOTS sebagai Transfer Ilmu Pengetahuan berdasarkan Taksonomi Bloom
1.      Contoh Soal Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikit Kreatif
Kemampuan berpikir kritis
Kemampuan berpikir kreatif
Membuat kesimpulan secara induktif
Contoh soal:
Terdapat sebuah pipa mendatar dengan luas penampang yang berbeda yaitu 8 cm2dan 2 cm2 dilengkapi dengan pipa tegak ke atas seperti gambar berikut. 
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

Jika pipa tersebut dialiri air dengan kecepatan 0,1 m/s masuk pada pipa yang besar. Maka, apakah ketinggian air antara pipa kanan dan kiri sama seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas? Jika berbeda berapa selisih ketinggian air antara kedua kaki tersebut?

Keluwesan
Contoh soal:
Pada tahun 2006 gunung merapi meletus dan mengeluarkan lahar dingin dengan kecepatan aliran 8 m/s pada suatu titik yang diketahui mempunyai tinggi aliran 5 meter dan lebar 15 m.

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

Erupsi tersebut terjadi selama 4 jam dan lahar dingin sampai ke sungai sehingga merusak desa-desa di sekitar sungai. Dengan melihat data pada kejadian tersebut, pemerintah berencana membuat bendungan penahan lahar (sabo dam) sebanyak 244 buah dengan kapasitas per sabo dam 3.104 m3.  Apakah sabo dam yang dibangun pemerintah cukup untuk menampung keseluruhan lahar dingin yang dimuntahkan oleh gunung merapi?

2.      Contoh Soal untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Transfer Ilmu Pengetahuan
Materi
Aspek
Sub Aspek
Indikator
No Butir Soal
Impus dan Momentum
Men
Cipta
Menghasilkan
Menghasilkan karya alat sederhana (restitusi meter) yang merupakan penerapan tumbukan lenting sebagian
1






Buatlah alat sederhana untuk mengukur koefisien restitusi bola pingpong dengan bahan: (1) pipa kaca 1 meter berlubang-lubang, (2) skala, dan (3) penahan bola.
Langkah-langkah yang mungkin adalah:R
1)         Rangkai alat seperti gambar
2)         Tarik penahan bola agar bola jatuh
3)         ....
4)         Ulangi beberapa kali dengan memindahkan penahan bola pada
lubang di bawahnya
5)         .....
GAMBAR ALAT SEDERHANAN
Langkah ke-5 yang sesuai adalah ...
a.       Lakukan dengan membuat grafik tinggi pantulan (h2) sebagai fungsi tinggi mula-mula (h1)  maka gradien garis merupakan kuadrat koefisien restitusi
b.      Lakukan dengan menghitung rata-rata tinggi pantulan, kemudian tarik akar dari hasil bagi ratarata tinggi pantulan dengan 1 m nilai ini adalah koefisien restitusi
c.       Lakukan dengan membagi setiap tinggi pantulan dengan tinggi mula-mula, kemudian tarik akar dari hasil bagi tinggi pantulan dengan tinggi mula-mula, kemudian ambil nilai rata-rata yang merupakan koefisien restitusinya
d.      Lakukan pengukuran sekali saja tinggi pantulannya, kemudian bagilah tinggi pantulan dengan 1 m hasilnya ditarik akar. Hasilnya merupakan koefisien restitusi
e.       Lakukan dengan membuat grafik tinggi pantulan (h2) sebagai fungsi tinggi mula-mula (h1) maka slope garis merupakan koefisien restitusi

Alasan
a.       Perbandingan tinggi pantulan dan tinggi mula-mula merupakan akar koefisien restitusi
b.      Gunakan analisis grafis antara tinggi pantulan dan tinggi mula-mula, selanjutnya koefisien restitusinya sama dengan akar gradien garis
c.       Pengukuran tinggi mula-mula dan tinggi pantulan diulang-ulang untuk menentukan rata-rata koefisien restitusinya
d.      Baik pengukuran tinggi mula-mula maupun tinggi pantulan cukup sekali saja
e.       Gunakan analisis grafis antara tinggi pantulan dan tinggi mula-mula, selanjunya koefisien
restitusinya sama dengan gradien garis

Jawaban
Skor
Soal : B
Langkah membuat alat sederhana untuk untuk mengukur koefisien restitusi bola pimpong:
1)      Rangkai alat seperti digambar
2)      Tarik penahan bola agar bola jatuh
3)      Amati tinggi pantulan bola h2
4)      Ulangi beberapa kali dengan memindahkan penahan bola pada lubang dibawahnya
5)      Lakukan dengan membuat grafik h2 sebagai fungsi h1 maka gradien garis merupakan kuadrat koefesien restitusi

Alasan: B
Gunakan analisis grafis antara tinggi pantulan dan tinggi mula-mula, selanjutnya koefesien restitusinya sama dengan akar gradien garis

4
Soal       : B, C, D, E
Alasan   : B
3
Soal       : A
Alasan   : A, C, D, E
2
Soal       : B, C, D, E
Alasan   : A, C, D, E
1



Daftar Pustaka
Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (Eds). (2010). Kerangka landasan untuk pembelajaran, pengajaran, dan asesmen: revisi taksonomi pendidikan Bloom.(Terjemahan Agung Prihantoro). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Buku asli diterbitkan tahun 2001).

Brookhart, S. M. (2010). How to Assess Higher Order Thinking Skillss in Your Class-room. Alexandria: ASCD.
Cottrell, S. (2005). Critical Thinking Skills, Developing Effective analysis and Argument. New York: Palgrave Macmillan.

Dadan Rosana. 2014. Evaluasi Pembelajaran Sains (Asesmen Pendekatan Saintifik Pembelajaran Terpadu). Yogyakarta: UNY Press.

Edi Istiyono, Djemari Mardapi & Suparno. (2014). Pengembangan Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika (PhysTHOTS) Peserta Didik SMA. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol. 14, No.1, p: 1-12.

Elaine B. Johnson. (2014). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Kaifa.

Heong, Y.M, et al. (2011). The level of Marzano higher order thinking skillss among technical education students. International Journal of Social Science and humanity. Vol 1, No. 2. pp 121-125.

H. K. Syafa’ah, L. Handayani. (2015). Pengembangan Metacognitive Self–Assessment Untuk Mengukur Keterampilan Berpikir Evaluasi Dalam Membaca Teks Sains Berbahasa Inggris . Unnes Physics Education Journal, Vol. 4, No. 1, p: 43-48.

Limbach, B & Waugh, W. (2010). Developing Higher Level Thinking. Journal of Instructonal Pedagogies. p: 1-9.

McNeill, M., Gosper, M., & Xu, J. (2012). Assessment choices to target higher order learning outcomes: the power of academic empowerment. Research in Learning Technology, Vol.20.

Mundilarto. (2010). Penilaian Hasil Belajar Fisika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Instruksional Sains.

Narayanan, S., & Adithan, M. (2015). Analysis Of Question Papers In Engineering Courses With Respect To Hots (Higher Order Thinking Skills).American Journal of Engineering Education (AJEE), Vol. 6, No. 1, p:1-10.

Nitko, A.J. & Brookhart, S.M. (2011). Educational Assessment of Student (6th ed). Boston: Pearson Education.

Ramos J.L.S., Dolipas, B.B., Villamor, B.B. (2013). Higher Order Thinking Skillss and Academic Performance in Physics of College Students: A Regression Analysis. International Journal of Innovative Interdisciplinary Research, Issue 4, p: 48-60.

Schraw, Gregory et al. (2011). Assessment Of Higer Order Thinking Skillss. America: Information Age Publishing.

Sulaiman, T., Ayub, A. F. M., & Sulaiman, S. (2015). Curriculum Change in English Language Curriculum Advocates Higher Order Thinking Skills and Standards-Based Assessments in Malaysian Primary Schools. Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol. 6, No. 2, p: 494-500.

Utami Munandar. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

William, J.D. (2011). How science works: Teaching and learning in the science classroom. Chennai: Continuum.

2 comments:

RAMADHAN PRODUKTIF DI KAMPUS

RAMADHAN PRODUKTIF DI KAMPUS, Cerita Kegiatan Bulan Ramadhan di Kampus Uny Saipuddin Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta ...