Monday 30 November 2015

PENYUSUNAN PERANGKAT TES DAN PELAKSANAAN TES

PENYUSUNAN PERANGKAT TES DAN PELAKSANAAN TES

Penyusunan Perangkat Tes dan Pelaksanaan Tess


A.  Teknik Penyusunan Perangkat Tes
Tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur yang (yang perlu di tempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan. Menurut BSNP ada hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian hasil belajar peserta didik antara lain:
1.      Penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
2.      Penilaian menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan pencapaian kompetensi peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran
3.      Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi
4.      Penilaian dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan
5.      Hasil penilaian ditindaklanjuti dengan program remedial bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
6.      Penilaian harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran
Menurut Suharsimi (2003) tes yang baik harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut: 1) Harus efisien (Parsimony) 2) Harus baku (Standardize) 3) Mempunyai norma 4) Objektif 5) Valid (Sahih) 6) Reliabel (Andal ). Pedoman yang dikeluarkan BSNP (2007) tedapat 10 syarat yaitu: (1) Sahih (valid), (2) objektif, (3) Adil, (4) terpadu), (5) terbuka, (6) menyeluruh dan berkesinambungan, (7) sistematis, (8) menggunakan acuan kriteria, (9) akuntabel, dan (10) reliabel.
Tes dibuat dengan langkah-langkah berikut, yaitu: menentukan tujuan tes/soal, penentuan jenis dan bentuk soal, menyusun kisi-kisi, penulisan butir soal, pemantapan butir atau validasi soal dan kunci jawaban dan merakit soal menjadi perangkat tes. Bentuk-Bentuk Tes Hasil Belajar dan Teknik Penyusunannya, yaitu:
a.    Tes hasil belajar bentuk uraian
Tes uraian adalah butiran soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes secara naratif. Ciri khas tes uraian ialah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh orang yang mengkontruksi butir soal, tetapi disusun oleh peserta tes. Karakteristiknya sebagai berikut
1.      tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.


2.      bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada peserta tes untuk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan dan sebagainya.
3.      jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan sepuluh butir.
4.      pada umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengankata-kata: "Jelaskan......", "Terangkan......", "Uraikan ......", "Mengapa ......", "Bagaimana ......" atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.
Tes uraian dibagi menjadi dua golongan yaitu tes uraian bebas (extended response) dan tes uraian terbatas (restricted response). Pembedaan kedua tipe tes uraian ini adalah atas dasar besarnya kebebasan yang yang diberikan kepada peserta tes untuk mengorganisasikan, menulis dan menyatakan pikiran, tingkat pemahaman terhadap pokok permasalahan dan gagasannya.
Kelebihan tes berbentuk uraian: 1) tes uraian dapat dengan baik mengukur hasil belajar yang kompleks, 2) tes bentuk uraian terutama menekankan kepada pengukuran kemampuan mengintegrasikan berbagi buah pikiran dan sumber informasi kedalam suatu pola berpikir tertentu, yang disertai dengan keterampilan pemecahan masalah, 3) bentuk tes uraian lebih meningkatkan motivasi peserta didik untuk melahirkan kepribadiannya dan watak sendiri, 4) kelebihan lain tes uraian ialah memudahkan guru untuk menyusun butir soal, 5) tes uraian sangat menekankan kemampuan menulis. kelemahan tes uraian: 1) tes uraian pada umumnya kurang dapat menampung atau mencakup dan mewakili isi dan luasnya materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan kepada testee, yang seharusnya diujikan dalam tes hasil belajar, 2) cara mengoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit, 3) dalam pemberian skor hasil tes uraian, terdapat kecenderungan bahwa pemberi tes (guru) lebih banyak bersifat subyektif, 4) pekerjaan koreksi terhadap lembar-lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk diserahkan kepada orang lain, 5) daya ketepatan mengukur (validitas) dan daya keajegan mengukur (reliabilitas) yang dimiliki oleh tes uraian pada umumnya rendah sehingga kurang dapat diandalkan sebagai alat pengukur hasil belajar yang baik.
Petunjuk operasional yang dapat dijadikan pedoman dalam penyusunan butir soal tes uraian:
1.      Diusahakan bentuk soal dapat mencakup ide-ide pokok dari materi yang telah diajarkan
2.      Untuk menghindari kecurangan peserta didik, kalimat dalam soal tes sebisa mungkin berbeda dengan susunan kalimat yang terdapat pada buku.
3.      Setelah soal selesai dibuat, segera membuat jawaban yang dikehendaki oleh pemberi tes.
4.      Pertanyaan dan perintah yang dibuat harus bervariasi
5.      Kalimat soal harus secara ringkas, padat, dan jelas
6.      Kemukakan pedoman tentang cara mengerjakan atau menjawab buitr soal tersebut
Sebaiknya tes uraian digunakan apabila :
1.      Jumlah siswa atau peserta tes relatif sedikit.
2.      Waktu yang dipunyai guru untuk mempersiapkan soal relatif singkat dan terbatas.
3.      Tujuan instruksional yang ingin dicapai adalah kemampuan mengekspresikan pikiran dalam bentuk tertulis, menguji kemampuan dengan baik, atau penggunaan kemampuan penggunaan bahasa secara tertib.
4.      Guru ingin memperoleh informasi yang tidak tertulis secara langsung di dalam soal ujian tetapi dapat disimpulkan dari tulisan peserta tes, seperti : sikap, nilai, atau pendapat. Soal uraian dapat digunakan untuk memperoleh informasi langsung tersebut, tetapi harus digunakan dengan sangat hati-hati oleh guru.
5.      Guru ingin memperoleh hasil pengalaman belajar siswanya.
Langkah-langkah penyusunan tes uraian dengan memenuhi kriteria dan prinsip pengukuran
1.      Penentuan tujuan tes, Tujuan tes perlu dinyatakan secara eksplisit dan jelas, agar tes benar-benar mengukur apa yang hendak diukur.
2.      Penyusunan kisi-kisi tes, Menurut Balitbang Depdikbud dikutip Suyata (1997:21) kisi-kisi yang baik harus memenuhi kriteria diantaranya (1) dapat mewakili isi kurikulum secara tepat, (2) komponen-komponen jelas dan mudah dipahami, (3) dapat dilaksanakan atau disusun soalnya.Secara umum komponen-komponen yang biasa dimuat dalam penyusunan kisi-kisi tes prestasi belajar adalah sebagai berikut: (1) jenis sekolah/jenjang sekolah, (2) tingkat sekolah, (3) bidang Studi / mata pelajaran, (4) tahun pelajaran, (5) kurikulum yang diacu/ dipergunakan, (6) jumlah soal, (7) bentuk soal, (8) standar kompetensi , (9) kompetensi dasar, (10) materi yang akan diujikan/dijadikan soal, (11) indikator, (12) nomor urut soal (jika diperlukan).
3.      Penulisan butir soal, Pusat Penelitian Sistem Pengujian dikutip Suyata (1997:22) menambahkan perlunya rumusan soal tes uraian yang menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban uraian, seperti mengapa, jelaskan, uraikan, tafsirkan, dan sebagainya, serta rumusan soal tes uraian perlu menggunakan bahasa yang sederhana dan sesuai kaidah bahasa yang berlaku.
4.      Penelaahan soal tes uraian, Tujuan kegiatan adalah untuk melihat dan mengkaji setiap butir soal agar menghasilkan soal dengan kualitas yang baik. Penelaahan butir soal dilakukan dengan cara menyesuaikan butir soal dengan kisi-kisi tes, kurikulum, atau buku sumber. Langkah ini juga dimaksudkan untuk menjaga validitas isi tes.
Penskoran tes uraian, Djiwandono (2008: 59) menjelaskan bahwasanya penskoran tes subyektif dalam bentuk esei tidak dilakukan dengan menggunakan kunci jawaban seperti pada penskoran tes obyektif, melainkan dengan menggunakan rambu-rambu penskoran (scoring guide), yang memuat pedoman, kadang-kadang sekadar kriteria, yang menyebutkan jawaban yang diharapkan dalam hal relevansi isi, susunan, bahasa yang digunakan termasuk ejaan, bahkan panjang dan pendeknya jawaban, dan lain-lain.
Kriteria penskoran tes esai secara analitik: 1) relevansi isi dan jawaban peserta tes dengan jawaban yang diharapkan, 2) kecukupan isi jawaban peserta tes tentang masalah yang ditanyakan, 3) kerapian dan kejelasan penyusunan isi jawaban peserta tes, 4) lain-lain yang perlu dan relevan dengan bidang kajian dan titik berat sasaran tes (dengan uraian dan rinciannya), misalnya penggunaan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti.
Djiwandono (2008: 6) menjelaskan dengan memberikan contoh rincian kriteria dengan tingkatan ketercapaian kriteria dan alokasi skor pada tes esei. Seandaianya semua kriteria itu diperlakukan sama berat tanpa pembobotan, dan dengan contoh rentangan skor 4, 3, 2, 1 yang menunjukkan tingkat ketercapaian kriteria yang menggambarkan tingkat mutu esei. Jika penskoran dilakukan tanpa pembobotan dalam arti bahwa semua kriteria dianggap sama berat dan dialokasikan rentangan skor yang sama, maka skor jawaban esei seorang peserta tes diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperolehnya. Jika penskoran dilakukan dengan pembobotan, maka bobot masing-masing kriteria perlu ditentukan berdasarkan pentingnya berbagai komponen kemampuan dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan.
Suyata (1997:23) menguraikan beberapa cara yang dapat dilakukan berkaitan dengan kegiatan penskoran tersebut:
1.      Model jawaban, buat contoh jawaban yang benar dari tiap soal sebagai model
2.      Penskoran keseluruhan dan bagian demi bagian, penskoran keseluruhan adalah cara penskoran yang tidak dibagi-bagi atas elemen-elemen. Penskoran bagian demi bagian lebih dianjurkan, buar daftar poin-poin penting dalam tiap jawaban
3.      Satu butir untuk seluruh peserta, Jawaban hendaknya dibaca tiap butir untuk seluruh peserta tes, agar reliabilitas skor dapat dipertahankan.
4.      Buat poin penting untuk setiap jawaban soal, Agar penskoran dapat dilakukan dengan lebih obyektif, untuk setiap soal perlu dibuat daftar poin-poin penting yang perlu ada.
b.    Tes hasil belajar bentuk objektif
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk esai (uraian).
Kelebihan tes objektif yaitu mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subjektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa, lebih mudah dan cepat cara memeriksa, pemeriksaan dapat diserahkan kepada orang lain, dan dalam pemeriksaan tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi. Kelemahan tes objektif persiapan untuk menyusun jauh lebih sulit daripada tes esai, soal cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja, banyak kesempatan untuk menebak jawaban, kesempatan “kerja sama” antarsiswa pada waktu mengerjakan lebih terbuka.
Macam-macam tes objektif sebagai berikut ini.
1.    Tes Benar salah (true-false)
Petunjuk penyusunan: a) tulislah huruf b-s pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring), b) usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab b sama dengan butir soal yang harus dijawab s. dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya: b-s-b. s-b-s atau ss-bb-ss-bb-ss. c) hindari item yang masih bisa diperdebatkan: contoh: b-s. kekayaan lebih penting daripada kepandaian, d) hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku. e) hindarilah kata-kata yang menunjukkan kecenderungan memberi saran seperti yang dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak pernah, dan sebagainya.
2.    Tes pilihan ganda (multiple choice test)
Multiple choice test terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban (option) terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor). Pada dasarnya, soal bentuk pilihan ganda ini adalah soal bentuk benar-salah juga, tetapi dalam bentuk jamak. Peserta tes diminta membenarkan atau menyalahkan setiap stem dengan tiap pilihan jawaban. Kemungkinan jawaban itu biasanya sebanyak tiga atau empat buah,
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam tes pilihan ganda
a.    Soal harus sesuai indicator
b.    Pengecoh harus berfungsi
c.    Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar
d.    Tabel, gambar, grafik, peta atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca.
e.    Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas
f.     Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
g.    Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar
h.    Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda
i.      Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
j.      Panjang rumus harus relatif sama
k.    Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “semua pilihan jawaban di atas salah atau benar”.
l.      Pilihan jawaban berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis waktunya.
m.  Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
n.    Memperhatikan penyebaran kunci jawaban
3.    Menjodohkan (matching test)
Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan, mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk matching ialah:  a) seri pertanyaan-pertanyaan dalam matching test hendaknya tidak lebih dari sepuluh soal(item), b) jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak daripada jumlah soalnya (lebih kurang 1 1/2 kali), c) antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching test harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar homogen.
4.    Tes isian (completion test)
Completion test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Petunjuk penyusunan: a) perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencanakan lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis, b) jangan mengutip kalimat/pernyataan yang tertera pada buku/ catatan, c) diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama panjang, d) diusahakan hendaknya setiap pernyataan jangan mempunyai lebih dari satu tempat kosong, e) jangan mulai dengan tempat kosong. Matondang (2009) menyatakan kelemahan tes esai adalah memerlukan banyak waktu dalam penilaian dan sampling yang diukur terbatas.
Tes objektif, sebaiknya digunakan dalam situsasi sebagai berikut:
1.      Kelompok yang akan dites banyak dan tesnya akan digunakan lagi berkali-kali.
2.      Skor yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercaya (mempunyai reliabilitas yang tinggi).
3.      Guru lebih mampu menyusun tes bentuk objektif daripada tes bentuk esai (uraian).
4.      Hanya mempunyai waktu sedikit untuk koreksi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk menyusun tes. Pada umumnya, guru seyogianya menggunakan dua macam bentuk tes, yaitu 3 bagian untuk tes objektif, dan 1 bagian untuk tes uraian.
Petunjuk Operasional Penyusunan Tes Obyektif:
1.      Pembuat soal tes (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) harus membiasakan diri dan sering berlatih
2.      Setiap kali alat pengukur hasil belajar berupa tes obyektif itu selesai dipergunakan, hendaknya dilakukan penganalisisan item
3.      Perlu disiapkan terlebih dahulu suatu norma yang memperhitungkan faktor tebakan.
4.      Hendaknya dibuat tabel spesifikasi soal yang sering dikenal dengan istilah kisi-kisi soal atau blue print.
5.      Dalam menyusun kalimat soal-soal obyektif, bahasa atau istilah yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas, jelas dan mudah dipahami oleh peserta tes.
6.      Tidak ada butir-butir yang dapat menghasilkan penafsiran ganda atau kerancuan dalam pemberian jawabannya
7.      Cara memenggal atau memutus kalimat, membubuhkan tanda-tanda baca seperti titik, koma dan sebagainya, penulisan tanda-tanda aljabar seperti kuadrat, akar dan sebagainya, hendaknya ditulis secara benar, usahakan agar tidak terjadi kesalahan ketik atau kesalahan cetak, sehingga tidak mengganggu konsentrasi peserta tes
8.      Diberikan pedoman atau petunjuknya secara jelas dan tegas.
Pembuatan tabel spesifikasi soal sebagai salah satu upaya dalam mengatasi kelemahan tes obyektif. Tabel spesifikasi yang juga dikenal dengan istilah kisi-kisi soal adalah sebuah tabel analisis yang di dalamnya dimuat rincian materi tes dan tingkah laku beserta proporsi yang dikehendaki oleh pemberi tes (guru), di mana pada tiap petak (sel) dari tabel tersebut diisi dengan angka-angka yang menunjukkan banyaknya butir soal yang akan dikeluarkan dalam tes hasil belajar bentuk obyektif. Tabel spesifikasi diantaranya terdiri dari: bagian-bagian dari materi pelajaran yang akan diukur (diteskan), taraf kompetensi yang akan diungkap, banyaknya butir soal untuk masing-masing bagian dan keseluruhan tes, dan taraf kesukaran masing-masing soal dan sebagainya.
B.  Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan tes di sekolah, antara lain: 1) faktor fisik ; faktor fisik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan fisik murid dan pengawas, sedangkan faktor lingkungan, 2) disiplin dan pengawasan; disiplin dan pengawasan berhubungan dengan peraturan-peraturan/tata tertib yang ditetapkan berhubungan dalam pelaksanaan tes (Matondang, Z., 2009).
Dalam praktek, pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan.
1. Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
a.       tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang,
b.      ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk diatur dengan jarak tertentu,
c.       ruangan tes sebaiknya memiliki system pencahayaan dan pertukaran udara yang baik.
d.      tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas tempat penulis,
e.       agar peserta tes dapat memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes diletakkan secara terbalik.
f.       dalam mengawasi jalannya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar.
g.      sudah ditentukan lebih dahulu sanksi yang dapat dikenakan kepada peserta tes yang berbuat curang
h.      sebagai bukti mengikuti tes, harus disiapkan daftar hadir yang harus ditandatangani oleh seluruh peserta tes.
i.        jika waktu yang ditentukan telah habis, hendaknya peserta tes diminta untuk menghentikan pekerjaannya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes.
j.        untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan di kemudian hari, pada Berita Acara Pelaksanaan Tes harus dituliskan secara lengkap
2. Teknik Pelaksanaan Tes Lisan
Beberapa petunjuk praktis yang dapat dipergunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan tes lisan, yaitu:
a.       pemberi tes (guru) sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada peserta tes
b.      setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya
c.       jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh peserta tes menjalani tes lisan
d.      tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.
e.       menegakkan prinsip obyektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan itu (simpati atau member kode tertentu)
f.       tes lisan harus berlangsung secara wajar.
g.      pemberi tes (guru) mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang pasti.
h.      pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes lisan hendaknya dibuat bervariasi.
i.        sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu).
3. Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan
Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat keterampilan (psiko-motorik), di mana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh peserta tes setelah melaksanakan tugas tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemberi tes (guru):
a.       pemberi tes (guru) harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh peserta tes dalam menyelesaikan tugas
b.      untuk mencapai obyektivitas setinggi mungkin, pemberi tes (guru) jangan berbicara atau berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi peserta tes
c.       pemberi tes (guru) hendaknya menyiapkan instrumen berupa lembar penilaian yang di dalamnya telah ditentukan hal apa sajakah yang harus diamati dan diberikan penilaian.
Manfaat yang dapat diperoleh melalui tes, pengukuran dan penilaian antara lain sebagaimana diuraikan berikut ini.
1.      Seleksi, untuk menentukan naik tidaknya atau lulus tidaknya seorang siswa
2.      Penempatan, tes untuk keperluan ini terutama didasarkan pada informasi tentang apa yang telah dan apa yang belum dikuasai oleh seseorang
3.      Diagnosis dan remedial, untuk mengetahui perlu tidaknya suatu pelajaran diulang kembali atau tidak
4.      Umpan balik, hasil suatu pengukuran yang berupa skor tes dapat digunakan untuk keperluan umpan balik baik untuk individu maupun untuk keperluan pengajar
5.      Memotivasi dan membimbing belajar, hasil tes seyogyanya dapat memotivasi untuk lebih berprestasi, dan dapat menjadi pembimbing untuk belajar. Tes yang dimaksud adalah tes formatif.
6.      Perbaikan kurikulum dan program pendidikan, didasarkan pada hasil penilaian pendidikan yang tepat pula, sehingga hal itu tidak sia-sia belaka.
7.      Pengembangan ilmu, hasil tes, pengukuran dan penilaian yang tepat sudah jelas akan dapat memberikan konstribusi bagi pengembangan teori dasar pendidikan.
8.      Memberikan laporan kepada orang tua, dengan tujuan agar diperoleh gambaran oyektif tentang perkembangan anaknya, untuk kemudian menyikapinya. Tes yang dimaksud adalah tes sumatif.    
Kegiatan tes, pengukuran dan penilaian berperan sangat besar dalam sistem pendidikan dan sistem persekolahan, karena pentingnya itu maka setiap tindakan tes, pengukuran dan penilaian selalu menimbulkan kritik yang tajam dari masyarakat. Kritik tersebut antara lain:
1.      Tes senantiasa akan mencampuri rahasia pribadi peserta tes, yang dapat berarti membuka kelemahan dan kekuatan pribadi seseorang.
2.      Tes selalu menimbulkan rasa cemas peserta tes, yang dapat menghambat seseorang mendemonstrasikan kemampuan terbaiknya.
3.      Tes acapkali justru menghukum peserta didik yang kreatif, karena tes itu selalu menuntut jawaban yang sudah ditentukan pola dan isinya.
4.      Tes selalu terikat pada kebudayaan tertentu. Karena itu kemampuan peserta tes untuk memberi jawaban terbaik turut ditentukan oleh kebudayaan penyusun tes.
5.      Tes hanya mengukur hasil belajar yang sederhana dan yang remeh. Hampir tidak pernah ada tes hasil belajar yang mampu mengungkapkan tingkah laku peserta didik secara menyeluruh, yang justru menjadi tujuan utama pendidikan formal apapun.
Untuk itu perlu ditegakan beberapa etika tes, yang membedakan tes yang etik dan tindakan yang tidak etik dalam pelaksanaan tes secara professional. Praktek tes hasil belajar yang etik terutama mencangkup empat hal utama :
1.    Kerahasiaan Hasil Tes
Hasil tes hanya dapat disampaikan kepada orang lain bila: a) ada izin dari peserta didik yang bersangkutan atau orang yang bertanggung jawab terhadap peserta didik (bagi peserta didik yang belum dewasa), b) ada tanda-tanda yang jelas terhadap hasil tes tersebut menunjukan gejala yang membahayakan dirinya atau membahayakan kepentingan orang lain, c) bila penyampaian hasil tes tersebut kepada orang lain jelas-jelas menguntungkan peserta tes.
2.    Keamanan tes
Tes merupakan alat pengukur yang hanya dapat digunakan secara professional. Dengan demikian tes tidak dapat digunakan diluar batas-batas yang ditentukan oleh profesionalisme pekerjaan guru.
3.    Interpretasi Hasil Tes
Interpretasi hasil tes harus diikuti tanggung jawab professional. Bila hasil tes diinterpretasi secara tidak patut, dalam jangka panjang akan dapat membahayakan kehidupan peserta tes.
4.    Penggunaan Tes
Tes hasil belajar haruslah digunakan secara patut. Bila tes hasil belajar tertentu merupakan tes baku, maka tes tersebut harus digunakan di bawah ketentuan yang berlaku bagi pelaksanaan tes baku tersebut.
Beberapa petunjuk praktis yang hendaknya ditaati oleh pendidik dalam tes:
1.        Pelaksaan tes hendaknya diberi tahu terlebih dahulu kepada peserta tes.
2.        Sebaiknya pendidik menjelaskan cara menjawab yang dituntut dalam suatu tes.
3.        Sebaiknya pendidik memotivasi peserta tes mengerjakan tesnya secara baik bukan menakut-nakuti peserta didik.
4.        Bila pendidik menggunakan tes baku, maka hendaknya pendidik tersebut bertanggung jawab penuh terhadap keamanan tes tersebut.
5.        Seorang pendidik dapat menggunakan hasil tes untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta tes, asalkan hal tersebut tetap menjadi rahasia peserta tes dan pendidik yang bersangkutan.
6.        Guru hendaknya menghindari diri dari keterlibatan dalam bimbingan tes yang dapat diperkirakan akan menggangu proses hasil belajar peserta didik.
7.        Tidak etik bila seorang guru mengembangkan butir soal atau perangkat soal yang paralel dengan suatu tes baku dengan maksud untuk digunakan dalam bimbingan tes.
8.        Tidak etik untuk mendiskriminasikan peserta didik tertentu atau kelompok tertentu yang boleh mengikuti suatu tes atau melarang mengikuti tes.
9.        Tidak etik untuk memperpanjang waktu atau menyingkat waktu yang telah ditentukan oleh petunjuk tes.
10.    Guru tidak boleh meningkatkan rasa cemas peserta tes dengan penjelasan yang tidak perlu.
Merakit soal adalah menyusun soal yang siap pakai menjadi satu perangkat/paket tes atau beberapa paket tes paralel. Dasar acuan dalam merakit soal adalah tujuan tes dan kisi-kisinya. Mundilarto (2010) menyatakan empat langkah mengembangkan kisi-kisi soal tes yaitu menuliskan Kompetensi dasar, daftar materi dan submateri, menentukan indicator, dan menentukan jenis tagihan, bentuk dan jumlah soal. Para pendidik dapat merakit soal menjadi suatu paket tes yang tepat, apabila para pendidik memperhatikan langkah-langkah perakitan soal. Berikut langkah-langkah perakitan soal.
1.        Mengelompokkan soal-soal yang mengukur kompetensi dan materi yang sama,  kemudian soal-soal itu ditempatkan dalam urutan yang sama.
2.        Memberi nomor urut soal didasarkan nomor urut soal dalam kisi-kisi.
3.        Mengecek setiap soal dalam satu paket tes apakah soal-soalnya sudah bebas dari kaidah “Setiap soal tidak boleh memberi petunjuk jawaban terhadap soal yang lain”.
4.        Membuat petunjuk umum dan khusus untuk mengerjakan soal.
5.        Membuat format lembar jawaban.
6.        Membuat lembar kunci jawaban dan petunjuk penilaiannya.
7.        Menentukan/menghitung penyebaran kunci jawaban (untuk bentuk pilihan ganda), dengan menggunakan rumus berikut.
8.        Menentukan soal inti (anchor items) sebanyak 10 % dari jumlah soal dalam satu paket.
9.        Menentukan besarnya bobot setiap soal (untuk soal bentuk uraian)
10.    Menyusun tabel konversi skor
Skor dari soal bentuk pilihan ganda tidak dapat langsung digabung dengan skor uraian. Hal ini karena tingkat keluasan dan kedalaman materi yang ditanyakan atau penekannya dalam kedua bentuk itu tidak sama. Dalam ilmu pengukuran, konversi dapat disusun melalui konversi biasa dan konversi yang terkalibrasi dengan model respon butir.
a.    Konversi biasa (model pengukuran secara klasik)
Penggunaannya biasa digunakan guru di sekolah, yaitu untuk memperoleh nilai murni peserta didik. Misalnya biila menghendaki skor maksimum 10 digunakan rumus (skor perolehan: skor maksimum) x 10. Konversi seperti ini memiliki dua kelemahan, pertama adalah bahwa setiap butir soal dihitung memiliki tingkat kesukaran yang sama, kedua adalah bahwa tingkat kesukaran butir soal tidak ditempatkan/dikalibrasi pada skala yang sama.
Keterbatasan model pengukuran secara klasik adalah seperti berikut: 1) tingkat kemampuan dalam teori klasik adalah “true score”, b) tingkat kesukaran soal didefinisikan sebagai proporsi peserta didik  dalam kelompok yang menjawab benar soal, c) daya pembeda, reliabilitas, dan validitas soal/tes didefinisikan berdasarkan grup peserta didik.
Konversi nilai berdasarkan teori tes klasik memiliki kelemahan, yaitu 1) tingkat kesukaran dan daya pembeda tergantung pada sampel; 2) penggunaan metode dan teknik untuk desain dan analisis tes dengan memperbandingkan kemampuan peserta didik pada pembagian kelompok di atas, tengah, bawah, 3) konsep reliabilitas tes didefinisikan dari istilah tes paralel; 4) tidak ada dasar teori untuk menentukan bagaimana peserta didik memperoleh tes yang sesuai dengan kemampuan peserta didik; 5) standar kesalahan pengukuran hanya berlaku untuk seluruh peserta didik.
b.    Konversi yang terkalibrasi
Adalah konversi nilai yang disusun berdasarkan kemampuan peserta didik dari tingkat kesukaran butir soal yang terkalibrasi dengan model Rasch (Item Response TheoryDalam konversi yang terkalibrasi skalanya didasarkan dua hal penting, yaitu tingkat kesukaran dan tingkat kemampuan peserta didik. Soal ditempatkan pada tingkat kesukaran dan kemampuan peserta didik yang telah disamakan skalanya.
Kelebihan model Rasch atau teori respon butir secara umum adalah bahwa: 1) model ini tidak berdasarkan grup dependen, 2) skor peserta didik dideskripsikan bukan tes dependen, 3) model ini menekankan pada tingkat butir soal bukan tes, 4) model ini tidak memerlukan paralel tes untuk menentukan reliabilitas tes, 5) model ini merupakan suatu model yang memberikan suatu pengukuran ketepatan untuk setiap skor tingkat kemampuan. Kelebihan teori respon butir adalah: 1) responden dapat diskor pada skala yang sama, 2) skor responden dapat dibandingkan pada dua atau lebih bentuk tes yang sama, 3) semua bentuk soal memperoleh perlakuan melalui cara yang sama, 4) tes dapat disusun sesuai keahlian berdasarkan tingkat kemampuan yang akan dites.


Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
BSNP (2007). Pengembangan Silabus Pembelajaran dalam KTSP. BSNP. Jakarta
Dadan Rosana (2014). Evaluasi Pembelajaran Sains. Yogyakarta
Matondang, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Medan: Universitas Negeri Medan
Mundilarto (2010). Penilaian Hasil Belajar. Yogyakarta: UNY













                                                                                                                         
























1 comment:

  1. makasih gan sudah berbagi ilmu sangat bermanfaat
    sekali ijin sahare gan,,

    ReplyDelete

RAMADHAN PRODUKTIF DI KAMPUS

RAMADHAN PRODUKTIF DI KAMPUS, Cerita Kegiatan Bulan Ramadhan di Kampus Uny Saipuddin Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta ...