Tuesday 24 November 2015

TAKSONOMI KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK UNTUK PERENCANAAN TES DAN NON TES

TAKSONOMI KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK UNTUK PERENCANAAN TES DAN NON TES


Taksonomi Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Untk Perencanaan Tes dan Non Tes

A.           Taksonomi Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
Taksonomi pada dasarnya merupakan usaha pengelompokan yang disusun dan diurut berdasarkan ciri-ciri tertentu. Taksonomi tujuan instruksional diperlukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
1.      Perlu adanya kejelasan terminologi yang digunakan dalam tujuan instruksional sebab tujuan instruksional berfungsi untuk memberikan arah kepada proses belajar dan menentukan perilaku yang dianggap sebagai bukti hasil belajar.
2.      Sebagi alat yang akan membantu guru dalam mendeskripsikan dan menyusun tes, teknik penilaian dan evaluasi.
Benjamin S. Bloom et.al. berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
1. Ranah proses berfikir (cognitive domain)
2. Ranah nilai atau sikap (affective domain)
3. Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar.
1.             Ranah Penilaian Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir. Ada enam jenjang atau aspek dalam ranah kognitif, yaitu:
1)        Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Tes yang paling banyak dipakai adalah tipe melengkapi, tipe isian dan tipe benar salah.
2)        Pemahaman (comprehension)
Memahami berarti mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi dengan kata lain siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Bentuk soal yang sering digunakan adalah pilihan ganda dan uraian.
3)        Penerapan (application)
Aplikasi adalah pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi konkret, dapat berupa ide umum, aturan atau prosedur, metode umum dan juga dalam bentuk prinsip, ide dan teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan. Bentuk soal yang sesuai adalah pilihan ganda dan uraian.

4)        Analisis (analysis)
Siswa dituntut mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.
5)        Sintesis (syntesis)
Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru
6)        Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Penilaian/evaluasi adalah merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Dalam Taksonomi Bloom yang direvisi oleh David R. Krathwohl di jurnal Theory into Practice, aspek kognitif taksonomi Bloom terjadi beberapa perubahan yaitu :
1)        Remembering, pada tahap ini seseorang mampu mengingat kembali pengertian, informasi yang masuk.
2)        Understanding, pada tahap ini seseorang dapat memahami, menjabarkan, atau menegaskan akan informasi yang masuk seperti menafsirkan dengan bahasa sendiri, memberi contoh, dll.
3)        Creating, pada tahap teratas ini seseorang bisa memadukan berbagai macam informasi dan mengembangkannya sehingga terjadi sesuatu bentuk yang baru.
Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing yang merupakan revisi taksonomi Bloom untuk ranah kognitif oleh Anderson and Krathwohl adalah sebagai berikut:
1.      Mengingat (remembering): mengenal kembali pengetahuan yang telah disimpan di dalam memori. Mengingat adalah ketika memori digunakan untuk mengenal kembali pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh.
2.      Memahami (understanding): membangun arti dari berbagai jenis materi yang ditandai dengan kemampuan menginterpretasi, memberi contoh, mengklasifikasi, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.
3.      Menerapkan (applying): melakukan atau menggunakan suatu prosedur melalui pelaksanaan atau penerapan pengetahuan.
4.      Menganalisis (analyzing): mengurai materi atau konsep kedalam bagian-bagian, mengkaji hubungan antar bagian untuk mempelajari struktur atau tujuan secara keseluruhan.
5.      Mengevaluasi (evaluating): membuat kebijakan berdasarkan pada criteria dan standar melalui pengamatan dan peninjauan.
6.      Menciptakan (creating): mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk bangun keseluruhan yang logis dan fungsional. Mengorganisasi ulang elemen-elemen ke dalam pola atau struktur yang baru melalui proses pembangkitan, perencanaan, atau produksi. Penciptaan memerlukan penggabungan atau sintesis bagian-bagian kedalam cara, pola, bentuk atau produk yang baru.
Keenam jenjang berpikir ranah kognitif bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih), dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab-akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, fisika, editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Pengukuran hasil belajar ranah kognitif biasanya dilakukan dengan tes tertulis. Bentuk tes kognitif diantaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas, (5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan (8) performans.
Kata Kerja Yang Digunakan Untuk Setiap Ranah Kognitif
Pengetahuan (C1)
Pemahaman (C2)
Penerapan (C3)
Analisis (C4)
Sintesis (C5)
Penilaian (C6)
Mengutip
Menyebutkan
  Menjelaskan
Menggambar
Membilang
Mengidentifikasi
Mendaftar
Menunjukkan
Memberi label
Memberi indeks
Memasangkan
Menamai
Menandai
Membaca
Menyadari
Menghafal
Meniru
Mencatat
Mengulang
Mereproduksi
Meninjau
Memilih
Menyatakan
Mempelajari
Mentabulasi
Memberi kode
Menelusuri
Menulis
Memperkirakan
Menjelaskan
Mengkategorikan
Mencirikan
Merinci
Mengasosiasikan
Membandingkan
Menghitung
Mengkontraskan
Mengubah
Mempertahankan
Menguraikan
Menjalin
Membedakan
Mendiskusikan
Menggali
Mencontohkan
Menerangkan
Mengemukakan
Mempolakan
Memperluas
Menyimpulkan
Meramalkan
Merangkum
Menjabarkan
Menugaskan
Mengurutkan
Menentukan
Menerapkan
Menyesuaikan
Mengkalkulasi
Memodifikasi
Mengklasifikasi
Menghitung
Membangun
Membiasakan
Mencegah
Menentukan
Menggambarkan
Menggunakan
Menilai
Melatih
Menggali
Mengemukakan
Mengadaptasi
Menyelidiki
Mengoperasikan
Mempersoalkan
Mengkonsepkan
Melaksanakan
Meramalkan
Memproduksi
Memproses
Mengaitkan
Menyusun
Mensimulasikan
Memecahkan
Melakukan
Mentabulasi
Memproses
Meramalkan
Menganalisis
Mengaudit
Memecahkan
Menegaskan
Mendeteksi
Mendiagnosis
Menyeleksi
Merinci
Menominasikan
Mendiagramkan
Megkorelasikan
Merasionalkan
Menguji
Mencerahkan
Menjelajah
Membagankan
Menyimpulkan
Menemukan
Menelaah
Memaksimalkan
Memerintahkan
Mengedit
Mengaitkan
Memilih
Mengukur
Melatih
Mentransfer  
Mengabstraksi
Mengatur
Menganimasi
Mengumpulkan
Mengkategorikan
Mengkode
Mengombinasikan
Menyusun
Mengarang
Membangun
Menanggulangi
Menghubungkan
Menciptakan
Mengkreasikan
Mengoreksi
Merancang
Merencanakan
Mendikte
Meningkatkan
Memperjelas
Memfasilitasi
Membentuk
Merumuskan
Menggeneralisasi
Menggabungkan
Memadukan
Membatas
Mereparasi
Menampilkan
Menyiapkan Memproduksi
Merangkum
Merekonstruksi
Membandingkan
Menyimpulkan
Menilai
Mengarahkan
Mengkritik
Menimbang
Memutuskan
Memisahkan
Memprediksi
Memperjelas
Menugaskan
Menafsirkan
Mempertahankan
Memerinci
Mengukur
Merangkum
Membuktikan
Memvalidasi
Mengetes
Mendukung
Memilih
Memproyeksikan
Keterkaitan Antara Domain Tingkatan Aspek Kognitif dengan Kegiatan Pembelajaran
No
Tingkatan
Deskripsi
1
Pengetahuan
Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, teori, prosedur,dll.
2
Pemahaman
Pengertian terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, dan antar data hubungan sebab akibat penarikan kesimpulan
3
Aplikasi
Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
4
Analisis
Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar bagian tersebut
5
Sintesis
Menggabungkan berbagai informasi menjadi satu kesimpulan/konsepatau meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi suatu hal yang baru
6
Evaluasi
Mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tidak bermanfaat
2.             Ranah Penilaian Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.

Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1)        Receiving atau attending (menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.
2)        Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah.
3)        Valuing (menilai/menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan.
4)        Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
5)        Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif. Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert.
Andersen (1981:4) mengungkapkan bahwa pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif. Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan.
Ranah afektif biasanya diwakili oleh 5 tipe karakteristik yang penting bila ditinjau berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
1)        Sikap
Sikap merupakan suatu kencenderungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
2)        Minat
Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian (Getzel, 1966). Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
a)        mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
b)        mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,  
c)        Mengelompokkan didik yang memiliki peserta minat sama,
d)       mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran
e)        meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3)        Konsep Diri
Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
a)        Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
b)        Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
c)        Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
d)       Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
e)        Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
4)        Nilai
Nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.




5)        Moral
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Disamping kelima karakteristik tersebut di atas, ranah afektif lain yang penting untuk dikembangkan dalam pembelajaran, adalah
a)         Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
b)        Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
c)         Keadilan: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
d)        Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
Kata Kerja yang Biasa Digunakan dalam Menyusun Penilaian Ranah Afektif
Menerima (A1)
Menanggapi (A2)
Menilai (A3)
Mengelola (A4)
Menghayati (A5)
Memilih
Mempertanyakan
Mengikuti
Memberi
Menganut
Mematuhi
Meminati
Menjawab
Membantu
Mengajukan
Mengompromikan
Menyenangi
Menyambut
Mendukung
Menyetujui
Menampilkan
Melaporkan
Memilih
Mengatakan
Mengasumsikan
Meyakini
Melengkapi
Meyakinkan
Memperjelas
Memprakarsai
Mengimani
Mengundang
Menggabungkan
Mengusulkan
Menekankan
Menyumbang
Menganut
Mengubah
Menata
Mengklasifikasikan
Mengombinasikan
Mempertahankan
Membangun
Membentuk pendapat
Memadukan
Mengelola
Menegosiasi
Mengubah perilaku
Berakhlak mulia
Mempengaruhi
Mendengarkan
Mengkualifikasi
Melayani
Menunjukkan
Membuktikan
Memecahkan
Kaitan antara Domain Tingkatan Aspek Afektif dengan Kegiatan Pembelajaran
Tingkat
Aktivitas Dalam Pembelajaran
Penerimaan (Receiving)
Kepekaan (keinginan menerima/memperhatikan) terhadap fenomena/stimulus menunjukkan perhatian terkontrol dan terseleksi
Responsi (Responding)
Menunjukkan perhatian aktif melakukan sesuatu dengan/tentang fenomena setuju, ingin, puas meresponsi (mendengar)
Acuan Nilai
( Valuing)
Menunjukkan konsistensi perilaku yang mengandung nilai, termotivasi berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang pasti
Organisasi
Mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam suatu sistem, menentukan saling hubungan antar nilai, memantapkan suatu nilai yang dominan dan diterima di mana-mana, memantapkan suatu nilaimyang dominan dan diterima di mana-mana
Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan. Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah;
1)        Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
2)        Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
3)        Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai
4)        Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai
5)        Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang dianutnya. Contohnya mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti proses belajar mengajar berlangsung.
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran fisika

7
6
5
4
3
2
1
Saya senang belajar fisika







Pelajaran fisika bermanfaat







Pelajaran fisika membosankan
















Contoh Skala Likert: Minat terhadap pelajaran fisika
1
Pelajaran fisika bermanfaat
SS
S
TS
STS
2
Pelajaran fisika sulit




3
Tidak semua harus belajar fisika




4
Sekolah saya menyenangkan





Keterangan:    SS        : Sangat setuju
                       S          : Setuju
                       TS        : Tidak setuju
                       STS     : Sangat tidak setuju 

Contoh Lembar Penilaian Diri Siswa
Minat Membaca
Nama Pembelajar:
No
Deskripsi
Ya/Tidak
1
Saya lebih suka membaca dibandingkan dengan melakukan hal-hal lain

2
Banyak yang dapat saya ambil hikmah dari buku yang saya baca

3
Saya lebih banyak membaca untuk waktu luang saya

4
Dst…………..

3.             Ranah Penilaian Psikomotorik
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor ini berhubungan dengan aktivitas fisik.
Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi , (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif
Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk.
Cara melakukan penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi. Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.



Kata Kerja yang Biasa Digunakan Menyusun Penilaian Ranah Psikomotor.
Menirukan (P1)
Memanipulasi (P2)
Pengalamiahan (P3)
Artikulasi (P4)
Mengaktifkan
Menyesuaikan
Menggabungkan
Melamar
Mengatur
Mengumpulkan
Menimbang
Memperkecil
Membangun
Mengubah
Membersihkan
Memposisikan
Mengoreksi
Mendemonstrasikan
Merancang
Memilah
Melatih
Memperbaiki
Mengidentifikasikan
Mengisi
Menempatkan
Membuat
Memanipulasi
Mereparasi
Mengalihkan
Menggantikan
Memutar
Mengirim
Memindahkan
Mendorong
Menarik
Memproduksi
Mencampur
Mengoperasikan
Mengemas
Membungkus
Mengalihkan
Mempertajam
Membentuk
Memadankan
Menggunakan
Memulai
Menyetir
Menjeniskan
Menempel
Menseketsa
Melonggarkan
Menimba

B.            Perencanaan Tes dan Non Tes
Instrumen dibedakan menjadi dua yaitu instrumen tes dan non tes. Berdasarkan bentuk atau jenisnya, tes dibedakan menjadi tes uraian dan obyektif, sedangkan non tes terdiri dari observasi, wawancara (interview), angket (questioner), pemeriksaan dokumen (documentary anlyzis), dan sosiometri. Instrumen tes bersifat performansi maksimum sedang non tes bersifat performansi tipikal. Teknik tes sering digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah berfikirnya (cognitive domain) ), sedangkan teknik non tes digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam ranah sikap hidup (affective domain) dan ranah keterampilan (psychomotoric domain).
1.             Instrumen Tes
Tes merupakan alat untuk mendiagnosis atau mengukur keadaan individu.  Dengan tes, orang akan mengetahui adanya perbedaan antar individu. Karena adanya perbedaan aspek psikis yang dapat membedakan individu, maka timbullah bermacam-macam tes. Macam-macam tes tersebut berdasarkan beberapa kriteria-kriteria sebaga berikut:
a.         Berdasarkan Fungsinya
1)        Tes seleksi
Tes seleksi sering dikenal dengan istilah “ujian saringan” atau “ujian masuk”. Dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, dimana hasil tes digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes.
2)        Tes awal
Tes awal sering dikenal dengan istilah pre-test. Bertujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh para peserta didik.
3)        Tes akhir
Tes akhir sering dikenal dengan istilah post-test. Bertujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para peserta didik.
4)        Tes diagnostik
Tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu pelajaran tertentu. Tes diagnostik juga bertujuan ingin menemukan jawab atas pertanyaan “apakah peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya?”. Tes jenis ini dapat dilaksanakan secara lisan, tertulis, perbuatan atau kombinasi dari ketiganya.
5)        Tes formatif
Tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik “telah terbentuk” setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Tes formatif ini biasanya dilaksanakan pada setiap kali satuan pelajaran atau subpokok bahasan berakhir atau dapat diselesaikan. Di sekolah-sekolah tes formatif ini biasa dikenal dengan istilah “ulangan harian”.
6)        Tes sumatif
Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Tes sumatif dilaksanakan secara tertulis, agar semua siswa memperoleh soal yang sama. Tujuan utama tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b.        Berdasarkan Aspek Psikis
1)        Tes intelegensi, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
2)        Tes kemampuan, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki oleh testee.
3)        Tes sikap, yakni tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu.
4)        Tes kepribadian, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat lahiriah.
5)        Tes hasil belajar, yakni tes yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar.
c.         Berdasarkan yang Mengikuti Tes
1)        Tes individual, yaitu tes dimana tester hanya berhadapan dengan satu orang testee saja.
2)        Tes kelompok, yaitu tes dimana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang testee.
d.        Berdasarkan Segi Waktu
1)        Power tes yakni tes dimana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi.
2)        Speed tes yaitu tes dimana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi.
e.         Berdasarkan Segi Responnya
1)        Verbal tes , yakni suatu tes yang menghendaki respon yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun secara tertulis.
2)        Non verbal tes, yakni tes yang menghendaki respon dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku, jadi respon yang dikehendaki muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau gerakan-gerakan tertentu.
f.         Berdasarkan Cara Mengajukan Tanya Jawab.
1)        Tes tertulis yakni jenis tes dimana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga secara tertulis.
2)        Tes lisan yakni tes dimana didalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan dan testee memberikan jawabannya secara lisan pula.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih teknik penilaian untuk mata pelajaran Fisika:
a.         Karakteristik mata pelajaran Fisika.
b.        Rumusan kompetensi mata pelajaran Fisika dalam Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
c.         Rumusan indikator pencapaian setiap Kompetensi Dasar (KD).

2.             Instrumen Non Tes
Teknik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilain dengan tidak mengunakan tes. Digunakan untuk menilai kepribadian anak secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial, dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok. Nontes adalah cara penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan tanpa menguji peserta didik tetapi dengan melakukan pengamatan secara sistematis. Cara nontes yaitu pengamatan/ observasi, wawancara/interview, angket, dan pemeriksaan dokumen.
1)        Pengamatan (Observasi)
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi dapat dilakukan secara partisipasif dan non partisipatif. Pada observasi partisipatif, observer melibatkan diri ditengah-tengah observe, Sedangkan pada observasi nonpartisipatif, observer bertindak sebagai penonton saja. Observasi juga dapat bersifat eksperimental, yang dilakukan dalam situasi buatan atau yang dilakukan dalam situasi yang wajar. Sedangkan observasi sistematis dilaksanakan dengan perencanaan yang sangat matang. Dalam evaluasi hasil belajar mempergunakan observasi nonsistematis, yaitu observasi dimana observer atau evaluator dalam dalam melakukan pengamatan dan pencatatan tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang pasti. Maka kegiatan observasi hanya dibatasi oleh tujuan dari observasi itu sendiri.
Kelebihan dari observasi adalah:
1)        Data observasi didapatkan langsung dari lapangan, data bersifat objektif dalam melukiskan aspek-aspek kepribadian peserta didik menurut kenyataannya.
2)        Data observasi mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing individu peserta didik.
Kelemahan dari observasi adalah:
1)        Jika guru kurang cakap dalam melakukan observasi, maka observasinya menjadi kurang dapat diyakini kebenarannya.
2)        Kepribadian dari observer atau evaluator seringkali mempengaruhi penilaian yang dilakukan dengan cara observasi.
3)        Data yang diperoleh dari observasi umumnya baru mengungkap “kulit luar”nya saja.
2)        Wawancara (Interview)
Wawancara adalah cara menghimpun keterangan yang dilaksanakan dengan cara tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Jenis wawancara yang yang dapat digunakan sebagai alat evaluasi adalah:
1)        Wawancara terpimpin (guided interview) yang dikenal dengan wawancara berstruktur atau wawancara sistematis. Pada wawancara sistematis evaluator melakukan tanya jawab lisan dengan peserta didik, orang tua peserta didik untuk menghimpun keterangan yang dibutuhkan untuk proses penilaian terhadap peserta didik tersebut. Wawancara ini dipersiapkan secara matang dengan berpegang pada panduan wawancara.
2)        Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview) yang dikenal dengan wawancara bebas, wawancara sederhana atau wawancara tidak sistematis. Dalm wawancara ini pewawancara selaku evaluator mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tua peserta didik tanpa dikendalikan oleh pedoman tertentu.
Kelebihan dari wawancara adalah:
1)        Pewawancara dapat berkomunikasi langsung dengan peserta didik sehingga menghasilkan penilaian yang lengkap dan mendalam.
2)        Peserta didik dapat mengeluarkan isi hatinya secara lebih bebas.
3)        Data yang didapat dapat berupa data kualitatif dan data kuantitatif.
4)        Pertanyaan yang kurang jelas dapat diulang dan dijelaskan kembali dan jawaban yang belum jelas dapat diminta lagi penjelasannya biar lebih terarah.
5)        Wawancara dapat dilengkapi dengan alat bantu agar data yang didapat bisa dicatat dengan lebih lengkap.
Kelemahan dari wawancara adalah: Jika wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas, maka kelemahannya terletak pada pertanyaan dan jawaban yang beraneka ragam dan terkadang tidak terarah kepada fokus evaluasi.
Langkah-langkah penyusunan pedoman wawancara dan inventori adalah sebagai berikut.
1)        Mengacu pada indikator pencapaian.
2)        Memilih pernyataan/pertanyaan yang tidak menuntut respon yang mengandung keberpihakan sosial (social desirability) yang tinggi;
3)        Menyediakan pernyataan yang tidak merujuk pada hal-hal yang benar atau salah;
4)        Menentukan jenis skala yang dipilih dan pedoman penskorannya.
3)        Angket (kuisioner)
Angket adalah suatu alat evaluasi yang digunakan untuk mengungkap latar belakang peserta didik/ orang tua peserta didik, menemukan kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran, motivasi belajar, fasilitas belajar dan lain sebagainya.
Kelebihan angket dibandingkan wawancara dan observasi adalah:
1)      Pegumpulan data jauh lebih praktis
2)      Menghemat waktu dan tenaga.
Kekurangan angket diantaranya adalah:
1)      Jawaban yang diberikan seringkali tidak sesuai dengan kenyataan.
2)      Pertanyaan yang disajikan sering kurang tajam, mengakibatkan jawaban yang diberikan diperkirakan hanya untuk melegakan pihak penilai.
3)        Cheklist
Bentuk Check List merupakan suatu daftar yang membuat sifat, tabiat atau tingkah laku yang akan dinilai; cara menilainya membubuhkan tanda check (√) pada jawaban yang sesuai, Sedangkan Rating Scale pemberian nilai pada skala yang telah ditetapkan. Rating scale atau skala bertingkat adalah suatu bentuk evaluasi non tes yang menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-angka diberikan secara bertingkat dari angka terendah hingga angkat paling tinggi. Angka-angka tersebut kemudian dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka yang lain.
4)        Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan representasi keterampilan yang perlu dikuasai siswa, sebagai bukti kemampuan yang dimiliki siswa. Portofolio memuat bahan yang akan dibahas dan merupakan bahan laporan, digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk :
1)      Mengukur ranah yang telah ditentukan,
2)      Landasan untuk mencapai level penguasaan berikutnya
3)      Mengidentifikasi ranah yang harus dikembangkan
4)      Pencatatan kemampuan yang telah dicapai
5)      Bahan untuk penyempurnaan instrument
6)      Bahan untuk menyesuaikan kurikulum
3.             Prosedur Pengembangan Tes
Langkah-langkah penting yang dapat dilakukan sebelum menentukan teknik dan alat penilaian sebagai berikut;
a.         Menentukan tujuan penilaian.
b.        Memperhatikan kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD).
c.         Menentukan jenis alat ukurnya, yaitu tes atau non-tes atau mempergunakan keduanya.
d.        Menyusun kisi-kisi tes dan menulis butir soal beserta pedoman penskorannya.
e.         Menentukan kompetensi yang akan diujikan.
f.         Menentukan materi yang akan diujikan.
Mundilarto (2010: 48) menyatakan bahwa ada Sembilan langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan tes hasil belajar, yaitu (1) menyusun spesifikasi tes, (2) menulis soal tes, (3) menelaah soal tes, (4) melakukan uji coba tes, (5) menganalisis butir soal, (6) memperbaiki tes, (7) merakit tes, (8) melaksanakan tes, dan (9) menafsirkan hasil tes.
Penyusunan spesifikasi tes mencakup kegiatan berikut ini: (1) menentukan tujuan tes, (2) menyusun kisi-kisi tes, (3) memilih betuk tes, dan (4) menentukan panjang tes (Mundilarto, 2010:49).
Kriteria penentuan materi yang akan diujikan:
1.        Urgensi, yaitu materi secara teoritis mutlak harus dikuasai oleh peserta didik,
2.        Kontinuitas, yaitu materi lanjutan yang merupakan pendalaman dari satu atau lebih materi yang sudah dipelajari sebelumnya,
3.        Relevansi, yaitu materi yang diperlukan untuk mempelajari atau memahami, mata pelajaran lain,

4.       Keterpakaian, yaitu rnateri yang memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari.

No comments:

Post a Comment

RAMADHAN PRODUKTIF DI KAMPUS

RAMADHAN PRODUKTIF DI KAMPUS, Cerita Kegiatan Bulan Ramadhan di Kampus Uny Saipuddin Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta ...